Konflik yang terjadi antara PKB dan PBNU saat ini sebetulnya merupakan puncak dari perseteruan di masa lalu yang belum usai. Bila melihat duduk perkaranya, akar masalah PKB dan PBNU dapat dilacak sejak Muhaimin Iskandar (Cak Imin) mengambil alih tampuk kekuasaan PKB dari tangan Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Peristiwa ini dianggap sebagai kudeta Cak Imin terhadap Gus Dur dari kekuasaan tertinggi PKB.
Namun, melihat vulgarnya konflik yang terjadi saat ini, tidaklah bisa disimpulkan bahwa peristiwa masa lalu itulah yang menjadi titik persoalannya. Sebab, sebelum Gus Yahya menjadi Ketum PBNU, hubungan PKB dan PBNU tampak harmonis, khususnya ketika PBNU dipegang oleh Kyai Said Aqil Siradj. Hubungan harmonis ini juga terjadi bukan tanpa alasan, kabarnya Cak Imin lah yang membantu Kyai Said meraih kursi Ketum PBNU selama dua periode, sehingga tidak heran bila PBNU era Kyai Said tampak harmonis dengan PKB.
Di era Gus Yahya, hubungan PKB dan PBNU menjadi sangat renggang dan sekarang malah berujung konflik terbuka yang makin memanas. Ini terkesan seperti konflik pribadi antara dua Ketum tetapi kedua organisasi besar ikut terseret dalam konflik tersebut.
Bila merujuk pada peristiwa kudeta terhadap Gus Dur, konflik yang terjadi saat ini menjadi tampak benar, sebab Gus Yahya waktu itu ada di kubu Gus Dur. Tetapi persoalannya tidak sesederhana itu, konflik ini sesungguhnya disebabkan oleh hal-hal lain yang lebih kompleks, seperti rajutan berbagai perseteruan lalu memuncak menjadi konflik besar.
Menurut sumber detik.com, akar masalah PKB dan PBNU dimulai saat dan setelah Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama di Lampung. Gus Yahya yang ketika itu mencalonkan diri sebagai Ketum PBNU melawan Kyai Said, meminta Cak Imim agar PKB mendukung pencalonannya. Dari sanalah negosiasi politik terjadi di mana Cak Imin meminta bila Gus Yahya menang, maka yang menjadi Sekjen PBNU adalah Gus Salam (Abdussalam Shohib).
Namun, setelah Gus Yahya terpilih, rupanya beliau menolak Gus Salam sebagai Sekjen, malahan menunjuk Gus Ipul (Saifullah Yusuf) sebagai Sekjen PBNU. Dari peristiwa inilah, kubu PKB menilai Gus Yahya telah berkhianat dengan tidak mengindahkan kesepakatan dan janjinya.
Di kalangan internal PBNU kala itu, tersiar kabar bahwa Cak Imim berbalik arah mendukung Kyai Said Aqil Siradj. Gus Yahya menganggap hal itu sebagai bentuk pengkhianatan sehingga kesepakatan keduanya menjadi batal.
Melalui peristiwa itu, kerenggangan antara Gus Yahya dan Cak Imin akhirnya berubah menjadi ketengangan antara PKB dan PBNU, hingga sekarang keduanya sedang berkonflik dan saling serang.
Belum lagi soal adanya Pansus Haji 2024 buatan DPR yang menambah polemik PKB dan PBNU makin memanas. Gus Yahya menduga, dibentuknya Pansus Haji merupakan upaya Cak Imin untuk mempermasalahkan managemen Haji yang dianggap amburadul, di mana Gus Yaqut (Yaqur Cholil Qoumas), yang merupakan adik Gus Yahya, menjadi salah satu aktor yang akan diusut dalam masalah tersebut. Sehingga Gus Yahya menilai membentukan Pansus Haji merupakan upaya untuk menggoyah kepemimpinannya di PBNU.
Akibat dari perseteruan itu, kedua ormas besar ini seolah sedang menghadapi arus konflik yang beritu besar. Elit-elit di keduanya saling melontarkan sindiran dan tak jarang terkesan sangat vulgar dengan saling serang satu sama lain. Bahkan, konflik ini juga berujung aksi pelaporan ke pihak kepolisian.
Mungkinkah akan terjadi Islah antara PKB dan PBNU? Bila melihat konflik yang terjadi sekarang, tampaknya usaha ke arah Islah masih jauh dari mungkin. Keduanya masih terlihat saling serang dan melontarkan berbagai kritik. Kubu PBNU menilai PKB era Cak Imin telah salah jalan, sedangkan PKB menilai PBNU era sekarang terkesan sangat politis.
Perseruan antara PKB dan PBNU ini sebetulnya patut di sayangkan. Banyak pihak menganggap bahwa konflik ini tidak semestinya terjadi, artinya ini sebuah konflik yang salah tempat. Sebab, PKB sejatinya adalah anak kandung PBNU. PKB dilahirkan dari rahim NU dan begitulah seterusnya.
Bila konflik ini terus terjadi, maka yang akan dirugikan adalah kedua organisasi ini. Apalagi di level bawah, banyak warga Nahdliyin kebingungan dengan adanya perseteruan ini. Kebingungan yang sudah ada di level ambiguitas ini disebabkan oleh adanya begitu banyak perkawinan antara PKB dan PBNU.
Banyak kader-kader NU juga sekaligus kader PKB. Menyikapi masalah ini juga bukan perkara yang mudah. Keduanya sama-sama memiliki aturan untuk saling menguatkan ideologi organisasi, tetapi ketika keduanya berkonflik, maka akan menjadikan kader di keduanya seolah terbelah dalam satu nafas, akibatnya, banyak di antaranya keluar dari kepengurusan PKB dan konsisten dengan PBNU, tetapi ada pula yang masih konsisten di keduanya.
Meski konflik ini tidak berimbas langsung pada kalangan Nahdliyin di level bawah, tetapi ketegangan antara PKB dan PBNU lambat laut juga akan dirasakan oleh kalangan Nahdliyin sendiri, khususnya dalam hal kebijakan-kebijakan baru yang dikeluarkan oleh PBNU yang merupakan dampak dari perseteruan ini. Tentu saja hal ini akan berimbas pula pada anggotanya dan konflik akan melebar makin luas.
Sumber. Detik dan Tirto
Islamadina.org – News
Editor: Rohmatul Izad