Konflik yang saat ini terjadi antara Palestina-Israel merupakan akibat dari perseteruan yang berlangsung lebih dari seratus tahun. Awal mula konflik terjadi ketika Inggris mengeluarkan perjanjian yang dikenal dengan deklarasi Balfour pada 2 November 1917. Perjanjian ini mengikat pemerintah Inggris untuk mendirikan rumah nasional bagi orang-orang Yahudi di Palestina dan memfasilitasi pencapaian tujuannya.
Deklarasi Balfour merupakan awal mula lahirnya Negara Yahudi yang kini dikenal dengan nama Israel. Orang-orang Yahudi yang ketika itu dihantui mimpi buruk usaha pembersihan etnis oleh gerakan Anti-Semit, mendorong gerakan internasional Zionisme di tanah Palestina.
Ketika itu Inggris ingin mengambil alih wilayah Palestina untuk warga minoritas Yahudi di Palestina di mana pengambilan wilayah ini diperkuat oleh mandat Liga Bangsa-Bangsa dan akhirnya hingga saat itu, ada ratusan warga Yahudi berpindah tempat tinggal di wilayah yang diambil tersebut.
Selama periode 1923 hingga 1948, Inggris memfasilitasi migrasi masal orang Yahudi. Dalam gelombang migrasi ini mereka memperoleh perlawanan dari warga Palestina. Warga Palestina khawatir dengan perubahan demografi negara mereka dan penyitaan tanah mereka oleh Inggris untuk diserahkan kepada pemukim Yahudi.
Kendati demikian, antara tahun 1917 hingga 1946 wilayah di Palestina secara mayoritas masih dikuasai oleh warga Palestina, di mana 94% wilayah masih ada di tangan Palestina, sementara 6% ditempati oleh warga Yahudi.
Namun setahun kemudian, yakni pada tahun 1947, secara cepat struktur demografi wilayah Palestina berubah drastis di mana wilayah yang dikuasai oleh warga Palestina hanya tinggal 45%, sedangkan 55% sisanya sudah ada di tangan warga Yahudi. Tidak berhenti sampai di sini, pada rentang 1949 hingga 1967, perubahan wilayah menjadi sangat signifikan di mana wilayah Palestina hanya tersisa 22%, sementara 78% dikuasai oleh Yahudi.
Pada rentang tahun 1970-2023, upaya Israel untuk menduduki wilayah Palestina terus berlangsung. Dalam rentang waktu 53 tahun, tanah yang dimiliki Palestina tersisa hanya 15% saja, sementara 85% telah dikuasai oleh Israel. Inilah yang kemudian mengubah secara total populasi penduduk Israel hingga mencapai 9,1 juta jiwa. Sementara Palestina dengan sisa tangah seluas 15% total populasi penduduk hanya tersisa sekitar 3,5 juta jiwa.
Israel memproklamirkan kemerdekaan pada tahun 1948 yang pada akhirnya menyulut konflik dan peperangan. Inilah yang menjadi titik berangkat konflik berkepanjangan antara Palestina dan Israel.
Sejak deklarasi kemerdekaan Israel pada tahun 1948, resistensi warga Palestina untuk memerangi Israel sangatlah membara hingga akhirnya terjadi peperangan yang disebut Al-Nakhba, atau disebut juga sebagai malapetaka. Peristiwa itu mengakibatkan raturan ribu warga Palestina melarikan diri dari rumah-rumah mereka yang akhirnya wilayah mereka diduduki oleh Israel.
Pada tahun 1967, ada peristiwa peperangan dan bencana besar yang disebut sebagai perang enam hari. Saat itu, pasukan Israel memasuki semenanjung Sinai untuk mengambil alih jalur Gaza, tepi Barat, dataran tinggi Golan, hingga Yerusalem Timur. Israel lalu mengaku Yerusalem sebagai ibukota negara mereka. Begitu pula Palestina yang tetap meyakini Yerusalem Timur sebagai ibukota di masa depan.
Setelah itu, Israel terus membangun tempat tinggal di wilayah tepi barat dan selama lima dekade terakhir sudah ada enam ratus ribu warga Yahudi yang membangun tempat tinggal di wilayah tersebut yang dikecam dunia Internasional yang disebut sebagai pendudukan ilegal.
Pada 10 Mei 2021, Israel menyerang masjid al-Aqsa. Penyerangan ini dipicu oleh perebutan wilayah Sherih Jarrah di Yerusalem Timur. Pada saat itu, pasukan Hamas dan Israel saling mengencarkan serangan bertubi-tubi. Setelah sebelas hari saling serang, kedua belah pihak sepakat untuk melakukan genjatan senjata disebabkan banyaknya negara yang mengecam.
Siapa sebenarnya kelompok Hamas yang melakukan serangan mendadak ke Israel? Hamas merupakan kelompok militan Palestina di tepi barat dan jalur Gaza. Secara politik, Hamas menguasai jalur Gaza sejak tahun 2007. Saat itu, setelah melewati perang singkat melawan pasukan Fatah yang setia kepada Presiden Mahmud Abbas yang merupakan kepala dari otoritas Palestina dan organisasi pembebasan Palestina.
Secara prinsip, Hamas tidak mengakui kemerdekaan Israel, hal ini berbeda dengan pihak Palestina sendiri yang mengakui eksistensi negara Israel tersebut. Hamas juga secara tegas menentang perjanjian perdamaian Oslo yang diinisiasi oleh pihak Israel dan otoritas Palestina.
Jadi, secara internal sendiri keberadaan eksistensi penduduk Palestina tidaklah monolitik. Keberadaan Hamas dan Fatah yang tidak memiliki satu misi mengakibatkan kondisi Palestina sendiri tidak setabil, ditambah adanya konflik dengan Israel.
Kita semua dapat melihat bagaimana konflik ini terus berlanjut dan belum ada tanda-tanda kapan tepatnya konflik ini akan berakhir. Banyak analis dan pakar Timur-Tengah menyatakan bahwa konflik ini sangat panjang dan akan sangat sulit serta akan menemui banyak tantangan.
Islamadina.org – Internasional
Editor: Rohmatul Izad