Zona Nyaman Politik
jawapos.com

Zona Nyaman Politik

Siapa yang tidak suka hidup di zona nyaman, siapapun, pasti menginginkan sebuah kondisi hidup di lingkungan zona nyaman itu. Apalagi, bila semua keinginan dan harapannya sudah bisa dicapai, akan sulit baginya untuk keluar dan mulai mengeksplorasi hal-hal lain dan tantangan baru.

Tapi ini bukan soal zona nyaman dalam hidup, yang umumnya bikin orang senang dan orang lain pun ikut senang dan merasakan bahagianya. Ini soal zona nyaman politik, yang kalau dalam istilah Milan W. Svolic, disebut dengan โ€œPolarization vs Democratyโ€. Bahwa bila seorang politisi atau pejabat membuat kebijakan yang menguntungkan bagi kekuasaannya, maka di sanalah benih-benih zona nyaman politik itu dibentuk dengan tujuan, melanggengkan kekuasaan dan memastikan bahwa praktik-praktik korup bisa selamat dari jeratan hukum.

Selama ini, banyak aktor-aktor politik yang-dengan segala citranya-muncul secara tiba-tiba dan mereka dipilih langsung oleh publik. Hal inilah yang kadang-kadang membikin pilu para elit politik karena partai dan posisinya tidak memiliki patron atau pengaruh apa-apa ketimbang sesosok politisi yang dipilih orang rakyat secara langsung. Ini bisa kita lihat dari Jokowi yang awalnya bukan elit politik, tapi karir politiknya secara cepat dapat menanjak, mulai wali kota, gubernur, sampai presiden, yang menggeser pengaruh para elit politik lain.

Di sini, peran media sosial juga sangat besar, betapa orang yang awalnya tidak pernah dipertimbangkan, tahu-tahu menjadi wakil presiden. Karena publik memiliki pilihannya sendiri dan umumnya tidak sesuai dengan kehendak partai. Kalau ini terjadi secara terus-menerus, maka para petinggi partai akan sulit mengendalikan situasi politik nasional. Dan, akan sangat menyulitkan kader-kader internal untuk bisa berkembang. Belum lagi ada begitu banyak tokoh-tokoh daerah yang mencuri panggung politik secara nasional.

Banyak para pakar teoritisi politik berpendapat bahwa salah satu faktor kemunduran demokrasi itu dilakukan oleh petahana-petahana politik, mereka memanipulasi kebijakan dan sistem untuk memperkecil potensi kebebasan dan memperkuat pengaruh politiknya di level kekuasaan.

Karenanya, tantangan masyarakat sejauh ini bukan hanya terbatas pada isu-isu para pejabat yang korup, tapi lebih dari itu, di mana demokrasi sedang dalam upaya dilemahkan, baik secara rahasia maupun terang-benderang. Rakyat harusnya bisa berpikir secara lebih kritis untuk mempertahankan asas-asas demokrasi agar tidak goyah dan digoyahkan oleh para politisi yang haus kekuasaan.

Sebagai masyarakat biasa, kita diharuskan untuk benar-bebar bisa mengawal demokrasi. Apa yang baru-baru ini terjadi, sebenarnya lebih merupakan upaya para lembaga politik agar keberadaan mereka terlepas dari kontrol lembaga pemberantasan korupsi. Akhirnya, demokrasi menjadi tersandra dan suara rakyat dibungkan.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *