Oleh: Rahmat Hidayat Zein
Di dalam Islam, membangun ukhuwah, atau persaudaraan, atau persatuan masyarakat, merupakan sebuah prinsip yang tidak bisa diabaikan. Prinsip ini menjadi faktor terbesar atas lahirnya tatanan sosial yang ideal. Sebuah tatanan yang berisi setiap orang yang menjadi anggota masyarakat tersebut, merasa tenteram dan damai satu sama lainnya.
Namun tatanan sosial yang ideal, yang mana setiap orang merasa tentram, damai dan bahagia di dalamnya itu, akan bisa terwujud manakala setiap orang sanggup melaksanakan kewajiban muamalah-nya itu dengan baik pula. Tanpa pelaksanaan kewajiban muamalah yang baik itu, niscaya tatanan sosial tersebut tak akan bisa ideal hingga kapanpun.
Salah satu wujud kewajiban setiap anggota masyarakat dalam bermuamalah tersebut adalah tidak menyakiti hati orang-orang mukmin lainnya. Artinya, kita dilarang untuk menyakiti, lahir maupun batin, fisik maupun hati, setiap mukmin lainnya. Baik menggunakan lisan kita, maupun perbuatan kita. Atau dalam ranah media sosial, kita tak boleh menggunakan tulisan kita untuk menyakiti orang-orang mukmin. Rasulullah Saw mengatakan, menyakiti orang lain, berupa melaknat dan mencela mereka, bukanlah ciri khas orang mukmin itu sendiri. Dalam sabdanya Rasulullah Saw mengatakan:
Orang mukmin itu bukanlah orang yang suka mencela, bukan orang yang suka melaknat, bukan orang yang keji dan bukan pula orang yang berbicara kotor. (HR Muslim)
Bahkan di dalam al-Qur’an, orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin lainnya tersebut akan diganjar dosa oleh Allah swt. Sebagaimana termaktup dalam Surat al-Ahzab ayat 58:
Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, Maka Sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.
Sebenarnya sebelum ayat 58 Surat al-Ahzab, yakni ayat ke 57, tercantum pula perihal penting lainnya. Yakni betapa Allah melaknat orang-orang yang menyakiti Allah dan RasulNya. Ayat itu berbunyi:
Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya. Allah akan melaknatinya di dunia dan di akhirat, dan menyediakan baginya siksa yang menghinakan.
Dari penjelasan ayat di atas, dapat disimpulkan bahwa sebenarnya dua ayat tersebut merupakan satu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan. Rangkaian utuh tersebut tentang betapa kita tidak boleh menyakiti Allah dan RasulNya, dan pula tidak menyakiti hati dan fisik orang-orang mukmin. Artinya kita harus menjaga agar kita tidak melakukan ketiganya itu.
Lantas timbul pertanyaan: bagaimanakah cara kita tahu tentang keimanan orang-orang mukmin tersebut? Maka jawabannya: kita tidak akan pernah bisa mengukur bagaimana kualitas keimanan seseorang. Karena menurut Rasulullah, iman yang ada pada diri seseorang, tersembunyi di dalam hatinya. Hanya ia dan Allah saja yang tahu. Sebagaimana sabdanya:
Islam itu tampak di luar, sedangkan iman itu tersembunyi di dalam hati.
Sabda tersebut memberikan konsekuensi kepada kita semua tentang etika dalam bermasyarakat. Kita tidak boleh menganggap sepele setiap orang. Kita pula tidak boleh mencela, melaknat, bersikap sombong, dan merasa besar di hadapan orang lainnya itu. Sebab kita tidak bisa memastikan orang yang kita perlakukan seperti itu punya nilai keimanan apa tidak kepada Allah. Jika orang tersebut benar-benar orang mukmin dan merasa sakit hatinya atas ulah kita, maka kita telah terjerembab ke dalam lumpur dosa di hadapan Allah Swt. Naudzubillah tsumma naudzubillahi min dzalik
Betapa orang-orang yang beriman memanglah dimuliakan oleh Allah Swt. Sehingga bagi siapa saja yang menyakiti fisik dan hatinya, akan mendapatkan laknat dari Allah Swt. Bahkan betapa mulianya orang-orang yang beriman, melebihi kemuliaan para malaikat. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw:
Seorang mukmin lebih mulia di sisi Allah dari pada sebagian malaikat-malaikatNya.
Atas dasar itulah, di dalam bagian paling akhir dari tulisan ini, saya ingin menukil satu nasihat suci dari Imam Ibnu Athaillah As-Sakandari dalam kitabnya Taajul ‘Arus al-Khaawii Litahdziibin Nufuus. Beliau mengatakan:
“Barang siapa memuliakan orang mukmin, maka seolah-olah ia memuliakan Allah Swt. Barang siapa menyakiti orang mukmin, maka seakan-akan ia menyakiti Tuannya. Oleh karena itu, jangan sampai Kamu menyakiti orang mukmin, sebab Dirimu sudah dipenuhi keburukan yang sudah cukup berat untuk Kamu pikul.”
Jadi, ketika kita berposisi sebagai pejabat, mulai tingkat bawah hingga atas, atau menjadi warga biasa lainnya, hendaknya kita memuliakan orang lain. Dan jangan sampai muncul upaya untuk menyakiti mereka. Sebab konsekuensinya sangat berat untuk kita tanggung. Berupa laknat dan dosa dari Allah Swt. Wallahu a’lam bisshawab