Sekarang ini bencana makin sering terjadi di banyak belahan dunia. Indonesia termasuk salah satu negara yang paling banyak ditimpa musibah bencana alam, baik banjir, gunung meletus, tanah longsor, tsunami dan gempa bumi. Di samping banjir, gempa bumi termasuk bencana alam yang paling sering terjadi, baik dalam skala kecil maupun skala besar.
Berbagai macam bencana ini sudah seharusnya memberikan kesadaran kritis bagi pemerintah pusat dan daerah untuk segera melakukan upaya pencegahan dan perbaikan dalam aspek lingkungan hidup. Pencegahan ini juga harus diupayakan dalam bentuk jangka panjang dan bukan sekedar penanganan cepat ketika bencana ini baru saja terjadi.
Kalau melihat opini yang berkembang di masyarakat, ada semacam paradoks yang tumbuh subur. Misalnya, dari sudut pandang agama memandang bencana alam ini sebagai musibah atau bahkan azab yang berasal dari Tuhan. Selain itu, sains dan ilmu pengetahuan melihat bencana alam ini lebih sebagai gejala alamiah berdasarkan faktor-faktor tertentu yang dapat dijelaskan secara empiris.
Boleh jadi semua alasan-alasan ini benar, tetapi yang perlu menjadi pertimbangan adalah ketika sains sudah bisa menjelaskan faktor-faktor apa saja yang menyebabkan bencana alam ini terjadi, maka kita perlu menengok alasan-alasan yang lebih logis atau masuk akal, agar kita dapat mengupayakan bencana ini tidak terulang kembali, khususnya dalam konteks jangka panjang.
Pertanyaan filosofisnya adalah kenapa makin hari bumi ini semakin retak dan rentan terhadap terjadinya gempa bumi dan bencana alam lainnya? Ada apa dengan bumi yang kita tinggali ini? Benarkah daya dukung bumi makin menurun dan tak mampu lagi menampung populasi manusia yang makin banyak? Hingga membuat bumi makin lemah dan tak berdaya menerima manusia yang selalu mengeksploitasi isi perut bumi sampai tak terhingga.
Ada beberapa faktor yang boleh jadi dapat menjadi penyebab bumi ini semakin mudah mengalami bencana alam; pertama, banyaknya kendaraan yang sulit dikontrol jumlahnya, polusi yang dihasilkannya menyebabkan pencemaran lingkungan, belum lagi pembakaran BBM dan oli, yang itu semua dapat menguras habis isi perut bumi. Padahal, eksploitasi sumber daya energi harus dikontrol secara ketat, agar dampak kerusakan tidak terjadi dikemudian hari.
Kedua, pembangunan industri dan perumahan yang berlebih-lebihan, sehingga sangat minim adanya ruang publik penghijauan yang ramah terhadap lingkungan. Bumi yang tidak memiliki nyawa pun, terasa begitu mengalami tersakiti akibat pengeboran tanah-tanah demi pelebaran pembangunan industri. Padahal, bumi pun butuh ruang untuk bernafas melalui penghijauan-penghijauan. Dengan demikian, kepedulian terhadap lingkungan akan dapat meminimalisir munculnya banjir dan gempa bumi.
Ketiga, kita perlu mengurangi penggunaan alat teknologi yang terlalu berlebih-lebihan. Sebab, banyak tenaga di dalam bumi ini disedot untuk kepentingan teknologi. AC, Genset, listrik dan lain sebagainya, lama kelamaan akan dapat meruntuhkan bumi. Maka berhemat adalah solusi bijak yang harus dilakukan.
Terakhir, berkembangnya populasi manusia yang begitu banyak, juga menyebabkan daya dukung bumi semakin melemah. Misalnya, padatnya penduduk akan mengandaikan pengurasan terhadap sumber daya alam secara meningkat dan ini terjadi secara terus-menerus sampai waktu yang tak terhingga. Populasi manusia haruslah dikurangi, atau paling tidak diupayakan agar tidak berkembang lebih banyak lagi. Sebab, populasi yang banyak akan membuat industri kapitalis berkembang tak terkontrol, akibatnya eksploitasi atas alam menjadi tidak terkontrol pula.
Menurut A.J.McMichael (1993), akibat dampak buruk dari pembangunan rumah dan tempat industri yang berlebihan, serta kendaraan mobil-mobil, akan menyebabkan habisnya berbagai bahan yang tidak bisa diperbarui, kontaminasi lingkungan oleh bahan-bahan beracun, kurangnya kestabilan dan produktivitas sistem biosfer. Hal itulah yang menyebabkan bumi memuntahkan isi perutnya dengan gejala alam seperti bencana alam dan peletusnya gunung berapi.
Seturut dengan pandangan McMichael di atas , kita perlu memahami dan menghayati isi bumi ini serta mengupayakan agar hal-hal negatif tidak terjadi. Mencintai dan memelihara Indonesia harus dilakukan dengan langkah-langkah yang konkrit, misalnya dengan pelestarikan lingkungan, hemat listrik, menghindari penebangan hutan secara liar, mencermati praktik pengurasan alam, kurangi kendaraan, dan mulai sadar akan pentingnya lahan penghijauan agar bumi Indonesia dapat bernafas. Semua itu dilakukan agar kita terhindar dari bencana alam, longsor, gunung meletus, banjir, tsunami, dan lebih-lebih gempa bumi yang begitu memilukan.
Kita harus berkerja secara bersama-sama, kesadaran ini harus bersifat kolektif dan menyentuh seluruh lapisan masyarakat. Bencana alam haruslah kita lihat sebagai suatu keterhubungan antara kita, Tuhan dan alam, sehingga memperbaiki ekosistem adalah upaya-upaya paling tepat dan strategis dalam menanggulangi bencana alam.