Oleh: Abdul Wasik
Sejumlah stigma negatif terus menghantui pesantren, lembaga pendidikan Islam yang selama ini berperan penting dalam membentuk karakter bangsa menuai banyak sorotan negatif yang terimanya. Pesantren penjara suci, gudang penjahat, doktrin dan peraturan-peraturan yang super ketat masih kerap melekat, bahkan ada yang menganggapnya sarang teroris, padahal banyak santri yang telah berhasil menjadi tokoh-tokoh penting di berbagai bidang, termasuk berjasa untuk agama, nusa dan bangsa.
Dalam perjalanan panjang penulis melakukan rihlah ke salah satu pesantren di Jember Jawa Timur tepatnya di Pondok Pesantren Ihya’us Sunnah Al-Hasany (IHSAN), dengan Motto yang agak beda sedikit Lembaga pencetak generasi Kaya Dunia Akhirat, yang terletak di Dusun Sumbercanting, Desa Tugusari, Kecamatan Bangsalsari, Kabupaten Jember asuhan KH. Imam Bukhori, M.Pd.I, Alumni Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo, Situbondo. Kiai yang satu ini mengungkapkan kekecewaannya terhadap stigma negatif tersebut. “Stigma ini sangat merugikan bagi pesantren dan santri. Padahal, pesantren memiliki peran yang sangat strategis dalam membangun bangsa,” ujarnya.
Beliau menambahkan bahwa stigma negatif ini dapat menghambat minat masyarakat untuk menyekolahkan anak-anaknya di pesantren. “Padahal, pesantren menawarkan pendidikan yang komprehensif, tidak hanya ilmu agama, tetapi juga ilmu pengetahuan umum dan keterampilan hidup,” jelasnya.
Lembaga pesantren di seluruh Indonesia tengah bersatu melawan stigma negatif yang selama ini melekat pada mereka. Stigma seperti “pesantren penjara suci” dan “gudang penjahat” dinilai sangat merugikan dan tidak sesuai dengan kenyataan.
Bukhori menegaskan bahwa stigma tersebut adalah pandangan yang keliru. “Pesantren adalah lembaga pendidikan yang bertujuan untuk mencetak generasi yang beriman, berilmu, dan berakhlak mulia, bahkan bukan hanya itu, pesantren dapat mencetak generasi kaya dunia dan akherat manusia, Stigma negatif ini sangat menyakitkan bagi kami,” ujarnya.
Untuk mengklarifikasi stigma tersebut, banyak pesantren yang membuka diri untuk dikunjungi oleh masyarakat. Selain itu, mereka juga aktif dalam berbagai kegiatan sosial untuk menunjukkan kontribusi nyata bagi masyarakat. Pesantren berharap masyarakat dapat melihat pesantren dengan pandangan yang lebih positif.
Bukhori juga mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersama-sama menghapus stigma negatif terhadap pesantren. “Stigma negatif terhadap pesantren adalah masalah bersama yang harus kita selesaikan bersama-sama. Mari kita berikan dukungan kepada pesantren agar mereka dapat terus berkontribusi dalam membangun bangsa,” ajaknya.
Dalam upaya membentuk karakter umat yang lebih baik, peran pesantren semakin strategis. Dalam sebuah diskusi mendalam, KH. Bukhori, seorang ulama muda kharismatik ini memaparkan tiga pilar utama yang harus dimiliki sebuah pesantren. Menurut beliau, ketiga pilar ini merupakan kunci dalam mencetak generasi muda yang beriman, berilmu, dan berakhlak mulia.
Strategi di dalam pelaksanaan 3 Pilar pesantren itu. Pertama, 3 pilar pesantren itu yang berkaitan dengan pesantren sebagai pusat kajian keilmuan agama, umum sosial dan da’wah. Artinya bahwa diakui atau tidak sudah menjadi maklum bahwa pesantren itu merupakan pusat pengembangan keilmuan yang di dalamnya itu ada keilmuan keagamaan, Ilmu pengetahuan umum, bahkan bukan hanya itu hard skill dan soft skill di dalamnya itu diajarkan di pesantren termasuk keilmuan yang berkaitan dengan keterampilan, sehingga dengan pengembangan pengembangan keilmuan yang diajarkan di pesantren itu akan mendidik karakter-karakter yang berakhlakul karimah yang tangguh dan memiliki modal persiapan untuk mengarungi bahtera kehidupan.
Kemudian pilar yang kedua. Pesantren sebagai pusat pertumbuhan ekonomi keumatan. Sebagaimana yang disampaikan oleh KH. Imam bukhari, M.Pd.I. Bahwa di pesantren itu santri tidak hanya diajarkan di bidang ilmu, Tetapi santri juga diajarkan tentang bagaimana cara untuk memotivasi santri bisa berkarya di masyarakat, jadi santri sudah dibekali praktek-praktek yang berkaitan dengan entrepreneurship atau kewirausahaan.
Disatu sisi pesantren mengajarkan ilmu pengetahuan dan disisi yang lain pesantren membekali santrinya dengan keterampilan. seperti halnya santri itu diajak dan diajari bagaimana mengelola kopi, bagaimana cara memproduksi kopi, bahkan nanti juga bagaimana cara mendistribusikan kopi yang dari barang menjadi uang dan lain sebagainya.
Ini luar biasa. Kenapa? Karena pada biasanya santri itu di Pondok Pesantren diajarkan ilmu pengetahuan tanpa praktek, sedangkan di Pesantren Ihya’us Sunnah Al-Hasany (IHSAN), Dusun Sumbercanting, Desa Tugusari, Kecamatan Bangsalsari, Kabupaten Jember. Santri itu diajarkan teori, tapi juga diajarkan prakteknya. Sehingga ketika dia jadi alumni, dia sudah paham apa yang akan dilakukan dia ketika menjadi Alumni.
Kemudian Pilar yang ketiga adalah pesantren, Sebagai pusat Religi. Kita akui sebagaimana stigma di masyarakat mengatakan bahwa pesantren itu bagaikan “Penjara suci” itu seakan-akan ketika ada di dalam Pesantren 24 jam yang kesemuanya itu disuruh belajar terus tanpa ada hiburan-hiburan. Tapi beda dengan Pesantren IHSAN dalam pembelajarannya di dibuat bahkan sering belajar di luar sekolah semuanya dibuat enjoy.
“Tiga pilar pesantren yang saya maksud adalah pendidikan agama yang kuat, pengembangan potensi diri, dan pengamalan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari,” ujar KH. Bukhori. Bahwa ketiga pilar ini saling melengkapi dan tidak dapat dipisahkan. “Pendidikan agama yang kuat akan menjadi fondasi bagi pembentukan karakter. Pengembangan potensi diri akan membekali santri dengan berbagai keterampilan, sedangkan pengamalan nilai-nilai Islam akan menjadikan mereka pribadi yang berakhlak mulia,” jelasnya.
Di tengah derasnya arus globalisasi dan modernisasi, pesantren dituntut untuk terus beradaptasi. Dalam sebuah diskusi interaktif KH. Bukhori dan penulis yang sedang melakukan penelitian di Pondok tersebut, membahas pentingnya tiga pilar pesantren dalam menghadapi tantangan zaman. “Pesantren tidak hanya mengajarkan ilmu agama, tetapi juga harus mampu mencetak generasi yang siap menghadapi tantangan masa depan dengan cara membekali santrinya dengan jiwa dan ilmu Entrepreneurship (kewirausahaan).” tegas KH. Bukhori.
Beliau menekankan pentingnya pengembangan potensi diri santri melalui berbagai kegiatan ekstrakurikuler dan pelatihan keterampilan. Selain itu, pesantren juga harus mengajarkan nilai-nilai Islam yang relevan dengan konteks zaman sekarang. Dengan cara ini, santri dapat menjadi agen perubahan yang positif di masyarakat sehingga stigma negatif yang dilontarkan oleh oknom masyarakat bisa terbantahkan.
Sumber: Nursyamcentre.com
Abdul Wasik. Dosen IAI At Taqwa Bondowoso & mahasiswa Program Doktoral UINKHAS Jember