PBNU Gelar Seminar Nasional tentang Sistem Istinbath Hukum Islam dan Bahtsul Masail di Lampung
dokumen pribadi

PBNU Gelar Seminar Nasional tentang Sistem Istinbath Hukum Islam dan Bahtsul Masail di Lampung

Pada Senin, 30 September 2024, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menggelar Seminar Nasional dengan Tema “Sistem Istinbath Hukum Islam & Bahtsul Masail Metode Penetapan Awal Bulan Hijriyah” bertempat di Emersia Hotel dan Resort, Lampung 29 September – 1 Oktober 2024.

Dalam hal ini, UIN Raden Intan Lampung dan Kantor Wilayah Kementerian Agama Lampung menjadi Tuan Rumah dalam acara seminar ini. Turut hadir dalam acara ini utusan dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Lampung, Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) se-Lampung, dan segenap alim ulama yang menjadi tamu undangan.

Seminar ini pada prinsipnya merupakan agenda besar PBNU yang berupaya untuk mensosialisasikan dan memantabkan konsep dan metodologi terkait bagaimana penerapan sistem Istinbath Hukum Islam dan Bahtsul Masail di lingkungan Nahdlatul Ulama.

Dalam konteks di atas, NU sebagai organisasi keagamaan tentunya memiliki seperangkat konsep dan metodologi yang dipakai guna untuk merumuskan prinsip dasar hukum Islam. Seminar nasional ini agendanya untuk memberikan penegasan metodologis pada pengembangan hukum Islam di lingkungan NU.

Hal ini sebagaimana disampaikan oleh salah satu narasumber, Prof. Dr. KH. Ahamad Rumadi, yang juga merupakan Ketua PBNU, beliau menjelaskan tentang Perkum 7 Tahun 2024 yang ada di lingkungan NU. Ada empat Perkum yang disampaikan, di antaranya; Memperkuat konsolidasi dan koherensi organisasi, melakukan penataan hukumah diniyah NU, memperkuat pengaruh Keputusan keagamaan NU pada publik, menyatukan berbagai Keputusan NU menyangkut metode penetapan hukum di lingkungan NU.

Empat poin Perkum di atas merupakan prinsip dasar dalam mengembangkan hukum Islam yang ada di NU. Artinya, NU melalui struktur kepengurusannya, membuat seperangkat aturan terkait prinsip metodologi dan pengembangan hukum Islam yang tujuannya untuk mengakomodir berbagai persoalan hukum di lingkungan NU agar searah dan seiring mulai dari tingkat pusat (PB) sampai tingkat bawah (Ranting).

Poin-poin dalam Perkum tersebut merupakan puncak dari semua rekomendasi yang dilakukan terkait ‘Milestone Metode Istinbat Hukum NU’ dalam rangkaian Munas dan Muktamar sejak tahun 1992 hingga lahirnya Perkum 7 Tahun 2024.

Selain itu, pada seminar ini juga dijelaskan tentang ‘Pedoman Umum Istinbathul Ahkam di Lingkungan NU’, artinya ini terkait dengan prinsip pengambilan keputusan hukum di NU. Ada dua prinsip terkait Istinbath Hukum, yakni tentang Pembahasan dan Keputusan.

Pembahasan memiliki 3 poin; 1) Berdasarkan pada al-Qur’an, As-Sunnah, Ijma’, dan Qiyah dalam kerangka bermazhab kepada salah satu mazhab empat. 2) Bersifat responsif, proaktif, dan antisipatif. 3) merupakan masalah yang bersifat mutaghayyirat – ijtihadiyyah. Sedangkan pada Keputusan memiliki 4 pon; 1) Mengacu pada tujuan syariat (maqashid al-syari’ah). 2) Mengakomodir tradisi yang tidak bertentangan dengan syariat. 3) Mempertimbangkan dampak yang ditimbulkan. 4) Menggunakan tahqiq manath al-hukm melalui kerangka analisis yang meliptusi; analisis masalah, dampak, hukum serta tindakan.

Pedoman Istinbatul Ahkam pada aspek Pembahasan dan Putusan di atas merupakan rekomendasi PBNU agar setiap tingkatan di lingkungan NU mempertimbangan poin-poin di atas ketika hendak melakukan Bahtsul Masail. Tentunya hal ini supaya arah dari penetapan hukum Islam di lingkungan NU sesuai dengan aturan dasar yang ditetapkan organisasi dan tidak bergerak sendiri-sendiri.

Pada ranah Bahtsul Masail, PBNU juga telah menjelaskan tentang bagaimana sistem kerja dan kewenangan Bahtsul Masail di setiap tingkatannya. Misalnya, secara substantif, tanggung jawab Lembaga Bahtsul Masail (LBM) ada di Kepengurusan Harian Syuriah, sementara tanggung jawab Administrasi ada pada Pengurus Harian Tanfidiyah. Ini berlaku untuk Lembaga Bahtsul Masal mulai di tingkat pusat sampai tingkat cabang.

Selain itu, LBM hanya boleh membahas masalah-masalah yang ada di lingkungan sesuai tingkatan kepengurusan. Misalnya LBM pada tingkat PC, maka yang dibahas adalah masalah-masalah yang ada di lingkup daerahnya, begitu pula dengan PW dan PBNU. Artinya, secara sepihak tidaklah dibolehkan bila LBM PC membahas isu-isu nasional yang merupakan tanggung jawab bahasan oleh pengurus tingkat PB.

Pada tataran manhaj hukum atau Istinbat Jama’i (ijtihad kolektif), NU memiliki tiga metode dasar untuk mengeluarkan hukum syara’ dari dalilnya dengan menggunakan qawa’id ushuliyah, yakni metode istinbath hukum dari nash dengan menggunakan tiga metode; yakni Qiyas, Bayani, Istishlahi atau Magaqshidi. Ketiga metode ini menjadi dasar bagi pengembangan hukum Islam di lingkungan NU yang harus diterapkan oleh Lembaga Bahtsul Masal (LBM) baik di tingkat pusat sampai cabang.

Oleh karenanya, dalam menelusuri sumber-sumber hukum Islam dan atau dalam menjabarkan hasil keputusan Bahtsul Masail, warga NU, melalui Bahtsul Masail, di larang keras untuk secara langsung mengutip dari ayat-ayat al-Qur’an, tetapi harus mengutip terlebih dahulu penjelasan-pejelasan Imam Mazhab atau ulama mazhab yang kredibel. Hal ini penting untuk memperjelas posisi NU dalam bermanhaj.

Demikinalah beberapa poin inti dari hasil seminar nasional yang diselenggarakan oleh PBNU. Seminar ini penting dilakukan untuk mensosialisasikan sekaligus memberikan kerangka metodologis yang jelas tentang arah dan landasan manjah di lingkungan NU. Agar supaya gerak organisasi NU bisa searah dan seiring mulai dari tingkat pusat hingga cabang.

Islamadina.org – News

Editor: Rohmatul Izad

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *