Faktor utama rendahnya tingkat literasi adalah kurangnya kualitas pendidikan. Dalam hal ini, kurangnya tenaga pendidikan yang berkualitas dan model pembelajaran yang tidak efektif menjadi faktor penting mengapa literasi di kalangan pelajar sangat rendah.
Menurut UNESCO, Indonesia berada di peringkat kedua dari bawah soal literasi di dunia, artinya minat baca sangat rendah. Menurut data UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan yakni hanya 0,001%. Hal ini berarti, dari 1.000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca.
Artikel ini secara khusus ingin menggali latar belakang mengapa literasi sains sangat rendah di kalangan pelajar Indonesia, terutama mengurai faktor-faktor yang menjadi penyebabnya. Mengingat, sains merupakan disiplin penting yang dapat mempengaruhi kualitas pendidikan, serta secara luas dapat mempengaruhi kemajuan sebuah negara.
Salah satu cara bagaimana mengidentifikasi lemahnya literasi sains di kalangan pelajar adalah dengan melihat kemampuan siswa dalam mengidentifikasi sebuah masalah, cara bagaimana memecahkannya, membuat keputusan yang valid, dan mengaplikasikan ilmu pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Dr. Safak Indana, yang dikutip dalam website Dunia Pendidikan, salah satu kelemahan mendasar di kalangan pelajar Indonesia adalah kurangnya keterampilan berpikir saintifik untuk memverifikasi informasi berdasarkan kaidah berpikir ilmiah yang logis. Hal ini, menurutnya, disebabkan oleh rendahnya tingkat literasi sains di kalangan siswa.
Pendapat Dr. Safak di atas juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Dr. Ariyadi, dosen FMIPA UNY, ia mengatakan bahwa rendahnya literasi sains ini ditimbulkan karena siswa di Indonesia sering kali hanya memahami rumus-rumus IPA tanpa mengerti kegunaan dan makna di balik rumus tersebut.
Akibatnya, siswa-siswa hanya memahami dasar-dasar sains pada level teoritis dan minim praktik, sehingga mereka cenderung kurang mampu menerapkan teori-teori yang mereka pahami dalam kehidupan real. Tentu saja, kelemahan ini tidak hanya disebabkan dari siswa tersebut, tetapi ada peran guru juga di dalamnya. Misalnya, guru seharusnya berperan penting bagaimana siswa-siswa tidak hanya mampu memahami rumus, tetapi juga memahami bagaimana rumus itu dipakai dalam praktik kehidupan nyata.
Menurut Fajri Basam dalam bukunya berjudul “Pembelajaran Literasi Sains”, seorang siswa dianggap memiliki literasi sains yang baik jika dia mampu mengembangkan pengetahuan, menemukan informasi penting, serta menggunakan pemahamannya untuk mendukung keberlangsungan alam dan kehidupan sosial. Mengingat, literasi sains sangat berguna dalam memahami dunia sekitar, khususnya dalam memahami, mengamati, serta membuat keputusan berasarkan informasi yang dapat dipercaya.
Faktor penyebab rendahnya literasi di kalangan pelajar sesungguhnya berasal dari dua arah, yakni dari siswa maupun dari guru itu sendiri;
Beberapa faktor dari siswa dapat disebut di sini; pertama, siswa seringkali belum memahami konsep dasar sains yang diajarkan oleh guru dan enggan bertanya. Kedua, metode pembelajaran IPA di sekolah masih menggunakan pendekatan konvensional. Ketiga, kemampuan siswa dalam dalam menginterpretasikan/menafsirkan tabel atau grafik masih kurang. Keempat, kuranya pemahaman siswa tentang pentingnya membaca dan menulis sebagai komponen dasar. Kelima, minat siswa untuk membaca serta mengulang materi pelajaran sangat rendah.
Sementara faktor dari guru di antaranya; pertama, guru seringkali kurang melatih siswa untuk mengerjakan soal atau pertanyaan literasi sains, sehingga siswa tidak biasa dengan persoalan tersebut. Kedua, fokus guru seringkali hanya ada pada penguasaan materi, dengan sedikit perhatian pada perkembangan kemampuan inkuiri dan pemahaman konsep sains. ketiga, pengetahuan guru mengenai pemanfaatan literasi sains dalam berbagai situasi terkadang kurang memadai. Keempat, guru dihadapkan pada tuntutan untuk menyampaikan materi sesuai target kurikulum, yang terkadang mengakibatkan miskonsepsi dan hafalan yang mudah terlupakan.
Di samping dari siswa dan guru, sekolah juga sebenarnya sangat mempengaruhi rendahnya literasi sains di kalangan pelajar. Misalnya fasilitas yang kurang memadai dalam hal praktikum, akibatnya, siswa kurang memiliki fokus dalam mengembangkan pengetahuan sains di fenomena kehidupan nyata.
Selain itu, minimnya tenaga pendidik yang membidangi sains juga sangat mempengaruhi bagaimana sains kurang populer dan berkembang di sekolah-sekolah. Ini terjadi di banyak sekolah, terutama di wilayah pedesaan.
Bila kelemahan-kelamahan ini tidak segera di atasi, maka jangan berharap literasi sains akan berkembang di tingkat sekolah. Sebab, bila siswa kurang memiliki peminatan di bidang sains, dan kurang memiliki dasar pengetahuan sains, maka itu akan berdampak pada bagaimana kelanjutan studinya. Dan secara luas akan berdampang pada proses kemajuan ilmu pengetahuan.
Kita semua tahu bahwa ilmu pengetahuan yang ada di Indonesia kebanyakan adalah sesuatu yang dimpor dari negara luar. Banyak ilmuwan tanah air yang hebat-hebat karena dulunya sekolah di luar negeri. Mereka tidak benar-benar lahir dalam tradisi literasi sains yang ada di Indonesia.
Femonena ini ternyata berdampak sangat besar bagi pengembangan ilmu pengetahuan di Indonesia, terutama pada kontribusi sains pada level dunia. Faktor utama mengapa sains begitu sulit berkembang adalah karena sistem pembelajaran sains masih sangat terbatas di sekolah-sekolah, dan itu berdampak secara luas pada pengembangan bidang sains itu sendiri.
Sumber. Dunia Pendidikan
Islamadina.org – News
Editor: Rohmatul Izad