Islam Agama Maslahat
lspt.or.id

Islam Agama Maslahat

Dalam pengertian yang paling sederhana, maslahat dapat dipahami sebagai sesuatu yang mendatangkan manfaat, baik kepada individu maupun masyarakat secara luas. Maslahat artinya kebaikan yang dapat dirasakan secara langsung terhadap apa yang diyakini atau dilakukan oleh setiap orang. Dalam konteks hidup, setiap orang cenderung mencari kemanfaatan hidup alih-alih mencari memudharatan atau kerusakan.

Mencari kemanfaatan dalam hidup adalah sesuatu yang bersifat alami dan begitulah kodrat yang ingin diperoleh oleh setiap manusia. Tidak mungkin seseorang ingin hidup tanpa memberi manfaat, minimal untuk dirinya sendiri. Bahkan orang yang berbuat jahat merasa dirinya ingin berbuat sesuatu yang dapat memberi manfaat bagi dirinya sendiri, kendati perilaku itu tidak bisa dibenarkan.

Begitu pula dengan agama, kodrat alami agama adalah memberi manfaat bagi penganutnya. Tidak ada satu agama pun di dunia ini yang tidak berorientasi pada kemanfaatan hidup, baik di dunia maupun di akhirat. Hanya saja, pemahaman yang keliru terhadap agama seringkali mengakibatkan seseorang tidak dapat mendapat manfaat dari agamanya, misalnya kekerasan atas nama agama. Boleh jadi tindakan itu dianggap bermanfaat bagi pelakunya, tetapi jelas tidak bermanfaat bagi banyak orang. Untuk itu, pemahaman yang benar terhadap agama akan mengantarkan seseorang untuk mendapatkan manfaat yang seluas-luasnya dari agama tersebut.

Misalnya, salah satu misi terpenting kehadiran Islam adalah mewujudkan rahmatan lil ‘alamin (rahmat bagi semesta alam). “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam” (al-Anbiya, 107). Kalimat ini merupakan slogan sekaligus motto dari kenabian Muhammad.

Kalimat “rahmat bagi semesta alam” merupakan kata kunci untuk memahami Islam sebagai agama yang dapat mendorong penganutnya untuk mendapatkan manfaat yang seluas-luasnya dari agama tersebut. Dengan agama, kita terdorong untuk berperilaku baik, dan menjadikan alam ini sebagai pijakan untuk selalu menebar kebaikan. Sebab agama diturunkan untuk menebar kebaikan dan kemanfaatkan bukan hanya untuk manusianya, tetapi juga alam tempat manusia tinggal.

Dalam tradisi pemikiran hukum Islam, prinsip untuk menggali kemanfaatan dalam agama tertuang dalam teori yang disebut maqasid al-syariah, teori ini merupakan dasar bagi umat Islam untuk menggali apa tujuan dari pelaksanaan syariat Islam. Artinya, maqasid al-syariah merupakan cara bagaimana setiap Muslim dapat mengetahui manfaatan dari mengamalkan ajaran agamanya.

Dalam teori maqasid dikatakan bahwa tujuan mengamalkan ajaran Islam terproyeksikan untuk memelihara lima hal; keturunan, akal, harta, agama, dan jiwa. Semua bentuk pelaksanaan syariat Islam harus diorientasikan untuk memelihara dan melindungi lima hal ini. Jadi, bila ada ajaran Islam yang ternyata tidak mengindahkan lima bentuk pemeliharaan ini, maka dapat dipastikan itu bukan berasal dari ajaran Islam.

Namun demikian, untuk memaksimalkan potensi kemanfaatan agama, prinsip maqasid al-syariah di atas sesungguhnya tidaklah cukup. Berbagai tuntutan zaman telah menjadikan problem hidup ini semakin kompleks dan harus ada upaya pembaharuan dalam prinsip maqasid agar Islam dapat menjadi agama yang benar-benar dapat mendatangkan manfaat yang seluas-luasnya bagi semua orang.

Misalnya, prinsip maqasid hanya terbatas pada perlindungan terhadap lima hal, dan itu hanya untuk umat Islam saja. Sehingga perlu adanya penambahan prinsip agar ajaran Islam dapat berdampak luas bagi masyarakat, misalnya menambah dimensi perlindungan pada keadilan dan kesetaraan. Dua dimensi yang terakhir ini merupakan prinsip umum yang menjadi pegangan bagi setiap orang.

Jadi, maqasid tidak lagi hanya diorientasikan pada prinsip pemeliharaan atau perlindungan, tetapi juga harus beranjak ke arah pengembangan. Dari sini, kita dapat menusun berbagai prinsip agar Islam dapat memberi kemanfaatan yang seluas-luasnya bukan saja untuk penganutnya, tetapi juga masyarakat secara luas.

Sebab, maqasid sendiri adalah prinsip yang dibuat oleh ulama dan diturunkan dari khazanah ilmu fikih, sehingga wajar bila ruang lingkupnya terbatas. Untuk itu, perubahan dan dinamika zaman menuntut agar prinsip maqasid dapat dikembangan secara lebih luas dan kontekstual agar sesuai dengan berbagai tantangan zaman.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *