Dunia Kertas: Industri dan Digitalisasi
ad-ins.com

Dunia Kertas: Industri dan Digitalisasi

Pernahkah kita membayangkan, andai saja kertas tidak pernah ditemukan oleh manusia? Tentunya tanpa kertas peradaban di dunia akan berjalan lambat sekali untuk mencapai kemajuan. Juga, berbagai penemuan manusia, sejarah, peradaban, ilmu pengetahuan dan kebudayaan tidak bisa tersimpan, baik sebagai catatan untuk bisa dipelajari maupun dikembangkan oleh generasi selanjutnya.

Karenanya, tak salah bila dikatakan bahwa penemuan kertas merupakan salah satu tonggak bersejarah dalam perkembangan peradaban manusia. Dengannya berbagai pesan dan ilmu pengetahuan bisa dengan mudah ditulis, didokumentasikan, dan disebarluaskan ke berbagai penjuru dunia. Sekalipun kedudukannya semakin tergerus oleh kemajuan teknologi digital, namun tanpa adanya kertas, para ilmuwan mungkin tidak akan pernah menciptakan sebuah komputer, lebih-lebih telepon genggam yang super pintar dan canggih.

Namun, seiring dengan perkembangan teknologi komunikasi yang begitu cepat, perlahan tapi pasti, transformasi digital mulai banyak menggantikan fungsi dokumen berbasis kertas. Hal ini tentu semakin menenggelamkan peran kertas sebagai sarana penyampai ilmu pengetahuan, pesan, dan informasi.

Di era digital sekarang, sebagian orang menilai bahwa penggunaan kertas dapat mengurangi efisiensi dan produktivitas pekerjaan, khususnya dalam hal administrasi, pencatatan manajemen, berbagai kontrak kerja, promosi iklan, transaksi pembayaran, penyaluran pesan, hingga penyebaran ilmu pengetahuan.

Dengan bantuan jaringan internet misalnya, dokumen yang terdigitalisasi dapat dengan mudah disimpan, diakses, dimodifikasi, dikolaborasikan dengan dokumen lain secara sistemis, hingga dikirim ke berbagai penjuru dunia dalam waktu yang begitu cepat. Teknologi digital telah benar-benar mengubah cara dunia bekerja di mana manusia melebur di dalamnya melalui seperangkat jaringan.

Selain itu, fungsi digital juga dapat menekan biaya yang sangat murah. Misalnya pengeluaran alat-alat kantor bisa ditekan, rak-rak buku, kurir pengiriman pesan juga tidak terlalu dibutuhkan. Semua bisa dilakukan melalui komputer dan telepon genggam.

Teknologi memungkinkan kita semua dapat menulis every note dan menyimpannya secara virtual dengan kapasitas yang tak terbatas di dalam cloud storage. Kita juga bisa membaca buku dan jurnal ilmiah melalui e-book, mencari informasi apapun melalui portal media, hingga saling kirim pesan melalui e-mail dan chat massanger.

Produksi uang kertas pun bisa semakin dikurangi, karena beberapa transaksi pembayaran bisa dilakukan dengan cara transfer digital. Angka-angka di rekening, nomor kartu kredit, dan aplikasi pembayaran online, begitu mudah menjawab berbagai masalah pembayaran, dan kita juga tak perlu lagi membawa terlalu banyak uang tunai.

Selain digitalisasi ini-yang hampir tak mungkin kita hindari perkembangannya-, isu soal lingkungan juga menjadi salah satu pencetus untuk menekan jumlah produksi kertas. Para pemerhati lingkungan hidup mengkalkulasi bahwa setiap tahunnya, produksi kertas dalam beragam bentuknya, mengambil 35% dari seluruh panen kayu komersial di dunia. Mengingat, kayu merupakan bahan utama dalam pembuatan kertas ini.

Ada sekitar 1.732,5 hektar hutan yang ditebang setiap jamnya untuk memenuhi kebutuhan pembuatan kertas. Belum lagi jika dihubungkan dengan konsumsi air sebagai bahan baku pendukungnya, untuk tiga lembar kertas saja, dibutuhkan satu liter air untuk proses pembuatannya. Padahal, isu lingkungan juga berkaitan dengan air dan bagaimana air dapat dikelola dengan baik.

Namun demikian, betapapun fungsi kertas banyak tergantikan oleh digitalisasi dan peliknya isu lingkungan hidup, eksistensi kertas masih tetap memiliki peranan yang signifikan dan tentu masih sangat dibutuhkan.

Fenomena paperless yang saat ini sedang merebak juga disinyalir tidak akan berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan industri kertas di dunia maupun di Indonesia. Permintaan akan produk kertas untuk jenis-jenis tertentu ada yang terus tumbuh dan tidak dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi yang semakin berkembang. Produksi kertas ditentukan dari ketersediaan sumber bahan baku, terutama kayu yang dihasilkan dari hutan produksi yang telah memiliki Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) (Bulletin APKI, 2014).

Kemenperin melalui laman resminya menyatakan bahwa peluang di dalam negeri juga didorong seiring dengan meningkatnya pendidikan masyarakat dan kegiatan ekonomi lainnya yang membutuhkan produk kertas, seperti kertas tulis cetak, kertas kemasan pangan, kertas kantong semen, kertas bungkus, dan kotak karton gelombang.

Berbagai jenis kertas juga dapat digunakan untuk fungsi yang berbeda baik sebagai bahan dasar pembuatan produk fungsional seperti; bungkus kado, buku tulis, tas kertas, poster, atau sebagai bahan-bahan dasar pembuatan produk kriya (kerajinan), bahkan media artistik dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan karya seni atau material patung. Berkreasi dengan kertas sungguh merupakan pengalaman yang menarik.

Di sisi lain, kita mungkin tak bisa membayangkan bila terjadi kerusakan lingkungan yang begitu besar seandainya seluruh kemasan produk digantikan oleh plastik, kaca, atau senyawa polimer lainnya. Hal ini tentu akan semakin menumpuk sampah tak terurai di bumi ini. Sebab, bahan polimer itu, jika tidak didaur ulang atau dihancurkan dan menumpuk menjadi sampah, ia tidak akan hancur dalam waktu yang sangat lama. Pendek kata, dunia akan semakin tercemar dan tidak karuan.

Penghapusan kertas juga bisa berdampak besar terhadap perekonomian, misalnya pada sektor usaha rumahan dan perdagangan skala kecil yang masih mengandalkan transaksi tunai dalam nominal kecil. Akan sangat merepotkan jika untuk membeli kecap di warung saja kita harus membayarnya secara digital menggunakan kartu kredit atau aplikasi pembayaran.

Belum lagi industri kertas yang umumnya dikelola oleh perusahaan besar. Atau, industri lainnya yang membutuhkan bahan-bahan kertas. Indonesia sendiri merupakan salah satu negara yang memiliki peluang cukup besar untuk pengembangan industri kertas, selain beberapa negara di Amerika Latin dan Asia Timur, karena masih adanya area bahan baku kayu dari Hutan Tanaman Industri (HTI) dan potensi bahan baku non-kayu dari limbah perkebunan dan pertanian, terutama tandan kosong kelapa sawit (TKKS).

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pulp dan Kertas Indonesia (APKI), Arya Warga Dalam, mengatakan bahwa industri pulp dan kertas di Indonesia memiliki potensi untuk dapat tumbuh bahkan menjadi salah satu industri terbesar di dunia. Saat ini, industri kertas Indonesia menempati peringkat keenam dunia, adapun di Asia menempati peringkat keempat setelah China, Jepang, dan India.

Industri kertas ini memberikan kontribusi terhadap PDB sebesar 0,71 persen dan devisa negara sebesar 3,6 miliar dolar AS pada 2017. Itu artinya, industri kertas Indonesia merupakan salah satu industri yang mempunyai peranan penting bagi perekonomian Indonesia yang di setiap tahunnya selalu meningkat, khususnya dari segi kebutuhan pasar yang searah dengan peningkatan ekonomi melalui produksi kertas (antaranews.com, 2018).

Bahkan, Indonesia memiliki potensi menjadi negara produsen kertas terbesar dunia karena memiliki sejumlah keunggulan yang tidak dimiliki negara lain. Di antaranya, lahan yang luas dan Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah. Dalam catatan tempo.co (2016), memasuki kuartal II/2016, khususnya terkait pasar dalam negeri, produksi kertas mengalami pertumbuhan yang mencapai 30% sesuai permintaan pasar.

Selain itu, industri kertas juga telah ditetapkan sebagai salah satu industri prioritas melalui Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pengembangan Industri Nasional. Apalagi, Indonesia memiliki keunggulan komparatif terutama di bidang bahan baku dibandingkan dengan negara-negara pesaing yang beriklim sub tropis.

Dalam beragam fungsinya, sangat sulit memastikan bahwa kertas tak lagi dibutuhkan. Kita juga bisa melihat bagaimana dunia perbukuan masih sangat eksis betapa pun fungsinya sudah bisa digantikan oleh peran digital. Soal buku ini, biasanya yang paling terdampak oleh kehadiran teknologi digital adalah toko bukunya, bukan produksi buku itu sendiri. Seperti menjamurnya pasar online yang semakin memudahkan konsumen dalam berbelanja apa saja, terlebih ketika membeli buku. Dalam dua tahun terakhir misalnya, saya sendiri lebih sering belanja buku secara online, di samping tanpa harus repot pergi ke toko buku konvensional, toko buku online juga memudahkan saya untuk membeli buku-buku yang saya butuhkan.

Paling tidak, derasnya arus digitalisasi saat ini tidak serta-merta menggerus fungsi kertas dan beralih menjadi terdigitalisasi. Meski banyak orang begitu mudah mengakses e-book, jurnal-jurnal, PDF, dan infomasi berbasis media online, yang sebagian besar dapat diperoleh secara gratis. Namun peranan buku tetap belum bisa tergantikan sepenuhnya.

Para pelaku industri penerbitan buku dan percetakan lainnya, sebagaimana saya saksikan sendiri di kota Yogyakarta, tak pernah merasa benar-benar dirugikan dengan kehadiran teknologi digital, malahan banyak penerbit kecil bermunculan. Yang berubah adalah cara pemasarannya dan perputaran ekonominya, misalnya peran toko buku dan iklan konvensional yang sudah banyak digantikan oleh jaringan internet berbasis aplikasi dan media online.

Di lain hal, kertas juga masih menjadi alternatif material pembersih pengganti air. Sulit membayangkan bagaimana toilet-toilet modern memberikan layanan digital untuk mengganti tisu toilet saat membersihkan diri setelah berhajat.

Dengan demikian, semakin modern dan maju kehidupan umat manusia, fungsi kertas menjadi semakin beragam. Kehadiran teknologi digital tak lantas menggeser fungsi kertas sebagai sarana transfer infomasi dan pengetahuan. Justru, kertas semakin memiliki fungsi yang besar di berbagai aspek kebutuhan hidup kita.

Boleh jadi sebagian kebutuhan kita sekarang, yang dulu harus memakai kertas, telah digantikan oleh teknologi digital dan kemajuan-kemajuan lainnya. Tetapi ini harus dilihat sebagai sebuah kemajuan yang tidak mungkin dihindari dan justru makin menjadi pelengkap. Fungsi kertas tak akan benar-benar hilang, ia selalu berevolusi dan menyesuaikan dengan kebutuhan pasar, atau kebutuhan hidup kita sehari-hari.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *