Bahtsul Masail dan Otoritas Fatwa di Nahdlatul Ulama
mediapatriot.id

Bahtsul Masail dan Otoritas Fatwa di Nahdlatul Ulama

Belum lama ini, tepatnya pada Senin, 30 September 2024, PBNU bekerjasama dengan UIN Raden Intan Lampung dan Kemenag Provinsi Lampung mengadakan Seminar Nasional tentang Sistem Istinbath Hukum Islam dan Bahtsul Masail yang diselenggarakan di Hotel Emersia, Lampung.

Menarik di simak bahwa dalam seminar ini PBNU mengeluarkan Peraturan Perkumpulan (Perkum)  yang di antarnya membahas tentang otoritas fatwa dan mekanisme Istinbath hukum di lingkungan Nahdlatul Ulama.

Dalam konteks ini, PBNU berupaya untuk memperkuat Syuriyah dalam kaitannya dengan keputusan keagamaan yang diisiniasi oleh Lembaga Bahtsul Masail (LBM). Maksudnya, sejak Perkum itu dibuat, LBM sudah tidak memiliki kewenangan untuk memutuskan hasil Bahtsul Masail atau produk hukum yang diinisiasinya, namun kewenangan dan otoritas keputusannya ada di wilayah Syuriyah.

Keputusan ini sekaligus menegaskan posisi Syuriyah sebagai otoritas tertinggi dalam menetapkan sekaligus menjalankan otoritas fatwa di lingkungan Nahdlatul Ulama.

Tujuan utama dari penetapan aturan ini adalah untuk menata organisasi agar seluruh hasil-hasil fatwa yang ada di lingkungan Nahdlatul Ulama memiliki mekanisme yang jelas terarah, terutama dalam arah otoritas keagamaan yang ada di NU. Sehingga Lembaga Bahtsul Masail yang jumlahnya sangat banyak, mulai dari tingkat PB sampai PC, tidak bergerak sendiri-sendiri, melainkan produk-produk hukumnya harus mendapat legitimasi dari Syuriyah.

Peraturan di atas secara jelas diterangkan dalam salah satu poin penting yang termaktub dalam Perkum Nomor 7 Tahun 2024 yang menegasan bahwa Lembaga Bahtsul Masail NU (LBMNU) tidak memiliki kewenangan untuk mengesahkan keputusan sendiri tanpa melibatkan otoritas syuriyah.

Tujuan lain dari dibentuknya Perkum ini adalah agar supaya Syuriyah tidak dikendalikan oleh Tanfidziyah, tetapi sebaliknya, Syuriyahlah yang harus mengendalikan organisasi. Terutama mengenai kewenangan otoritas fatwa-fatwa keagamaan.

Menurut Rumadi, selaku Narsum dan Ketua PBNU, menegaskan bahwa keputusan keagamaan di berbagai tingkatan pada dasarnya keputusan Syuriyah. LBM PCNU membuat bahtsul masail itu hasilnya keputusan Syuriyah. LBM PBNU juga demikian. Produknya, bukan keputusan LBM tapi keputusan syuriyah.

“Ini kelembagaan Syuriyah bukan soal Katib Syuriyah, Rais Syuriyah. Perkum ini implementasinya tidak mudah meskipun nanti ada hambatan karena habit organisasi pelan-pelan diperbaiki. Perkum ini bukan keputusan PBNU tapi peraturan perkumpulan Nahdlatul Ulama yang harus diputuskan melalui munas dan Konbes NU,” jelas Rumadi.

Rumadi menyebutkan tiga isu utama yang diangkat oleh perkum ini: pertama, penguatan institusionalisasi di kalangan NU; kedua, penyusunan mekanisme administrasi yang lebih baik; dan ketiga, relevansi dan dampak keputusan organisasi bagi masa depan.

Jadi, Perkum ini dibuat untuk meremajakan kembali berbagai aturan di lingkungan NU agar lebih terstruktur dan terarah sesuai mekanisme organisasi. Harapannya, NU sebagai organisasi keagamaan dapat melaksanakan tugas-tugas organisasi secara lebih sistematis guna memajukan umat.

Tentu saja, aturan ini harus disambut dengan gembira. Terutama mengenai otoritas fatwa LBM yang akan memiliki kekuatan hukum lebih kuat melalui kewenangan di tingkat Syuriyah. Sehingga dampak yang akan ditimbulkan akan jauh lebih besar bagi publik Islam, terutama bagi warga Nahdliyin.

Islamadina.org – News

Editor: Rohmatul Izad

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *