Belum selesai adanya polemik Ba’alawi yang mengiringi wacana nasab di Indonesia, publik Islam dikejutkan dengan ceramah Habib Umar al-Haddad di Kalirejo, Lampung yang diduga menyinggung Kiai dan Ulama di Nusantara.
Ceramah itu disampaikan beriringan dengan acara shalawatan yang beliau pimpin dalam sebuah acara majelis shalawat yang dihadiri oleh ribuan jamaah pecinta shalawat. Habib Umar sendiri memiliki grup shalawat bernama Majelis an-Nur di Lampung, tempat beliau mukim.
Habib Umar memang termasuk salah satu habib kondang di Lampung yang banyak mengisi acara shalawatan di berbagai tempat. Acara shalawatan yang beliau isi selalu ramai dikunjungi oleh para jamaah. Namun demikian, dalam sepekan terakhir, beliau menjadi perbincangan hangat lantaran isi ceramahnya dianggap menyinggung kiai dan ulama yang ada di Indonesia.
Berikut isi ceramahnya, “Belajar yang betul, jangan koar-koar di internet belajar, habib gak bisa baca kitab, ya habib gak bisa baca kitab merem aja bisa apalagi cuma baca gitu doang. Kitab yaila ambil google foto terjemahin selesai, hebatnya apa, orang baca kitab hebatnya apa, emang ada yang bikin nuklir kiai, ada, ada gak ulama yang bikin nuklir, ada, gak ada, gak ada orang tiap hari berantem, kanat kunut kanat kunu kanat kunut, gak ada gak ada, udah jangan berantem”.
Begitulah isi materi ceramah habib Umar dalam sebuah video yang beredar dalam durasi empat puluh detik.
Materi ceramah habib Umar ini tampak jelas menyinggung kiai dalam urusan baca kitab. Tidak tahu dilatarbelakangi oleh apa, tiba-tiba habib Umar menyinggung kiai dengan mempertanyakan apa hebatnya bisa baca kitab dengan dilanjutkan bahwa tidak ada kiai yang bisa bikin nuklir.
Sontak, isi ceramah habib Umar ini langsung menjadi perbincangan hangat di masyarakat lantaran diduga menyakiti perasaan kiai dengan nada-nada yang meremehkan. Tentu saja, isi ceramah tersebut patut disayangkan. Mengingat, beliau merupakan habib kondang yang hampir saban hari diundang mengisi acara majelis shalawatan di soentaro Lampung.
Seharusnya materi-materi ceramah yang disampaikan dalam majelis-majelis seperti itu harus menyejukkan umat. Artinya tidak berbau provokasi dan menyinggung orang lain. Sebab, yang menghadiri acara shalawatan mayoritas adalah kaum santri di mana mereka mondok dan ngaji bersama kiai di pesantren.
Tentu saja, bukan wilayah beliau bicara dengan materi seperti itu. Misalnya, beliau menyinggung kiai soal baca kitab kuning dengan menganggap bahwa bisa membaca kitab kuning bukan sesuatu yang hebat. Selanjutnya, beliau juga menyampaikan bahwa tidak ada kiai yang bisa bikin nuklir.
Terkait baca kitab ini, isi ceramah itu agaknya memang menyinggung hati umat Islam. Bila kemampuan baca kitab dianggap tidak penting, lalu bagaimana dengan keberlanjutan agama Islam ini yang notabenenya berbasis pada kitab-kitab, baik kitab suci maupun kitab para ulama.
Soal nuklir, tentu bukan wilayah kiai untuk bikin nuklir. Tugas kiai adalah memimpin umat, menjaga pesantren, mengajar, berdakwah, dan memastikan bahwa Islam ini terjaga dan berkembang di masyarakat. Soal bikin nuklir, sudah ada ahlinya, dan banyak umat Islam yang ahli di bidang nuklir. Mereka semua adalah ulama-ulama yang konsen di bidang sains.
Kiranya, model-model ceramah yang berpotensi memecah belah umat tidak terulang lagi. Sebab, ceramah provokatif hanya akan mengguncang kondisi umat dan menjadikan umat kebingungan. Seharusnya, siapapun yang akan mengisi ceramah harus bisa mempersiapkan materi sebaik-baiknya.
Dengan adanya materi ceramah yang disampaikan oleh habib Umar tersebut, sejumlah PCNU di Lampung juga telah membuat keputusan resmi terkait polemik yang sedang hangat dibicarakan. Di mana isi keputusan tersebut intinya melarang adanya atribut-atribut NU di setiap acara shalawatan yang diisi oleh habib. Dan harus mengundang kiai atau gus ketika hendak mengadakan mengajian atau majelis sejenisnya.
Meskipun, keputusan yang diedarkan sejumlah PCNU tersebut tidaklah dimaksudkan agar menjaga jarak antara kalangan santri dengan para habaib, apalagi memusuhinya. Sebab, tidak bisa dipungkiri bahwa habaib juga memiliki peran besar dalam dakwah Islam di Indonesia. Sehingga peran besar mereka harus tetap diakui dan posisi mereka sebagai ulama tetap harus dihormati.
Dengan demikian, semoga polemik ini bisa segera berakhir dan umat tetap dalam kondisi adem ayem. Konflik apapun yang melibatkan umat selalu saja akan merugikan umat Islam. Sebagaimana polemik Ba’alawi yang sejauh ini mengguncang umat Islam di Indonesia sehingga umat terpecah belah tidak karuhan. Sebagai sesama umat Islam, kita harus saling bahu-membahu dan bergandengan tangan agar tercipta kedamaian dan kesejukan sehingga Islam dapat menjadi rahmat bagi semuanya.
Islamadina.org – News
Editor: Rohmatul Izad