Senin sore (12/8/2024), ratusan kiai dan pengurus pondok pesantren berkumpul di Pesantren Tebuireng, Jombang. Dalam pertemuan yang dipimpin KH. Anwar Iskandar dan KH. Amin Said Husni ini, para kiai membahas tentang soal polemik antara PBNU dan PKB yang dalam beberapa pekan terakhir menjadi perbincangan hangat di ranah publik.
Dalam pertemuan tersebut, para kiai dan pimpinan pondok pesantren memberikan kritik dan masukan soal panas dingin hubungan antara PBNU dan PKB. Turut hadir di dalamnya pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo, KH. Anwar Manshur, pengasuh pesantren Tebuireng, KH. Abdul Hakim Mahfudz, serta para Rais Syuriah PCNU maupun kiai dari Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatera Utara, dan Sulawesi Selatan.
Pertemuan ini menghasilkan dua kesepakatan penting; pertama, para kiai sepakat bahwa antra PBNU dan PKB memiliki hubungan ideologis, historis, politis, organisatoris, dan kultural. Kedua, para kiai dan pimpinan pondok pesantren meminta PBNU segera mengambil sikap, yaitu langkah-langkah strategis dalam rangka perbaikan PKB ke depan.
Kesepakatan ini tentu saja dilatarbelakangi oleh adanya anggapan para kiai bahwa PKB selama ini telah makin jauh dari marwah utama saat partai itu didirikan. Jadi karena PKB ini didirikan oleh PBNU, maka model kepengurusan di dalamnya mulai level DPP hingga bawah semestinya hampir sama dengan struktur di NU, tetapi faktanya banyak perubahan terjadi dalam struktur kepengurusan PKB, berikut pula pada fungsinya.
Adanya polemik yang akhir-akhir ini terjadi antara PBNU dan PKB juga membuat banyak kiai merasa prihatin. Pasalnya, PKB yang sekarang sudah jauh berbeda dengan PKB saat didirikan. Dulu, kader-kader NU adalah juga kader PKB di mana musuhnya adalah dari partai lain, tetapi PKB kini dianggap sudah tidak membutuhkan NU lagi, kendati masih banyak kader NU yang juga kader PKB.
Meski PKB dan PBNU tidak memiliki hubungan struktural, artinya kedua lembaga ini berbeda secara konstitusional dan medan geraknya, misalnya PBNU adalah ormas keagamaan, sementara PKB adalah partai politik, tetapi keduanya memiliki ikatakan ideologis yang tidak bisa dipisahkan. Kendati kedua ormas ini tidak bisa saling ikut campur dalam arti intervensi terlalu dalam satu sama lain, tetapi ikatan ideologis dan kultural sudah menegaskan bahwa keduanya sebetulnya tidak terpisahkan.
Namun, gesekan antara elit PBNU dan PKB terkadang menjadi masalah makin besar yang berkonsekuensi pada terseretnya gerbong besar PBNU dan PKB. Sebab, banyak yang menilai perseteruan PBNU dan PKB sekarang ini sebetulnya hanyalah masalah yang berasal dari para elitnya saja yang kemudian nama besar lembaga ikut terbawa arus.
Terkait hasil keputusan yang disepakati oleh para kiai dalam perkumpulan di Jombang, tidak ada jaminan putusan itu akan terlaksana. Sebab, ketegangan antara PBNU dan PKB belum juga reda. Bila keduanya tidak saling bertabayun dan elit-elitnya belum bisa duduk bersama, maka hasil keputusannya tentu akan sia-sia. Mengingat, PKB dengan tegas menolak diintervensi oleh siapapun, termasuk oleh PBNU, yakni lembaga yang melahirkannya.
Sumber. NU Online dan Liputan6
Ismanadina.org – News
Editor: Rohmatul Izad