Islamadina.org – Bioetika merupakan anak dari etika terapan, sedangkan etika terapan merupakan anak dari etika, dan etika merupakan anak dari filsafat. Etika mempelajari nilai-nilai manusiawi dan bagaimana manusia harus bertindak atau menjadi manusia yang baik. Etika mempertanggungjawabkan perbuatan, sehingga perbuatan tersebut memiliki dasar rasionalnya.
William Chang, OFM Cap dalam Bioetika sebuah Pengantar mengutip pernyataan Potter, bioetika dilukiskan sebagai ilmu pengetahuan untuk mempertahankan hidup dan terpusat pada penggunaan ilmu-ilmu biologis untuk memperbaiki kualitas hidup. Dalam makna yang lebih luas, bioetika merupakan penerapan etika dalam ilmu-ilmu biologis, obat, pemeliharaan kesehatan, dan bidang-bidang yang berhubungan dengannya. Sebuah pendekatan interdisipliner diandaikan dalam bioetika, mencakup berbagai disiplin ilmu tentang permasalahan yang muncul akibat kemajuan di bidang biologi dan ilmu kedokteran. Bioetika perlu memandang aspek-aspek sosial, agama, ekonomi, hukum, dan bahkan politik.
Sebagai etika rasional, bioetika bertolak dari analisis data-data ilmiah, biologis dan medis. Keabsahan campur tangan manusia dikaji dan nilai transedental manusia menjadi sorotan terkait dengan Sang Pencipta yang memiliki Nilai Mutlak.
Bioetika tidak untuk menghalangi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi termasuk bioteknologi, tetapi untuk menanamkan kesadaran bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi memiliki batas-batas dan tanggungjawab terhadap manusia dan kemanusiaan. Bioetika harus selalu mengiringi perkembangan penelitian biologi modern seperti genom manusia, teknologi reproduksi, cloning, dan transgenik yang semakin berkembang. Karena ilmu-ilmu tersebut memerlukan kebijaksanaan sosial dan sikap individu. Dengan bioetika diharapkan dapat mengembangkan kemampuan berpikir dan bertindak sesuai dengan etika dan nilai moral.
Ilmu biologi modern berkembang cukup pesat sehingga mendorong penemuan-penemuan baru yang cukup mutakhir. Penemuan tersebut kemudian menimbulkan berbagai respon dari beberapa pihak terkait dengan dampak dari penemuan tersebut, semisal penemuan tentang kloning, euthanasia, transfusi darah, transplantasi organ, dan eksperimen pada hewan. Sebab itulah bioetika menjadi relevan untuk dipelajari.
Menyikapi hal tersebut syariah memberikah arahan bahwa manusia diberi wewenang dan kekuasaan atas segala sesuatu, namun bukan berarti mereka diperbolehkan mengeksploitasi segalanya tanpa batas. Sehingga eksploitasi ilmu pengetahuan pun harus tetap berada pada jalur agama.
Batasan yang diberikan agama yang menjadi pertimbangan etik dalam perkembangan biologi paling tidak memuat enam prinsip:
Pertama, kondisi darurat artinya dalam kondisi darurat sesuatu yang semula dilarang menjadi boleh dilakukan sesuai dengan kaidah usul ad-dlarurat tubihu al-mahdlurot. Contoh kasusnya seperti transfusi darah dilakukan ketika kondisi pasien kritis karena pendarahan atau kekurangan darah yang bisa mengancam jiwa, transplantasi organ dalam kondisi darurat semisal gagal ginjal kronis dan lain sebagainya.
Kedua, menjaga dan melestarikan kehidupan artinya keputusan yang diambil bertujuan menjaga keberlangsungan kehidupan atau hifdzu an-nafs. Semisal pemberian vaksin yang bertujuan untuk mencegah penyebaran penyakit dan menyelamatkan banyak jiwa, melakukan operasi caesar untuk menyelamatkan nyawa ibu dan anak, larangan euthanasia dan lain sebagainya.
Ketiga, prinsip kepentingan yang lebih besar artinya keputusan yang diambil harus karena kepentingan yang lebih besar dibandingkan kepentingan individu atau kelompok (tahqiq al-maslahah al-ammah). Contohnya semisal isolasi atau karantina pasien penyakit menular demi melindungi masyarakat luas agat tidak terpapar.
Keempat, prinsip peluang keberhasilan, artinya keputusan yang diambil harus mempertimbangkan kemungkinan atau peluang keberhasilan (ihtimal an najah). Prinsip ini berdasarkan kaidah la dharara wa la dhirara. Contohnya adalah dokter boleh memberikan pengobatan eksperimental jika ada peluang keberhasilan yang realistis dan resiko yang terkendali.
Kelima, prinsip manfaat dan mudarat, artinya keputusan yang diambil harus mempertimbangkan kemaslahatan dan mudarat yang ditimbulkan (jalbu al-mashalih wa daf’u al-mafasid). Semisal memberikan obat dengan efek samping tertentu diperbolehkan selama memiliki manfaat lebih besar dari pada mudarat yang ditimbulkan, seperti pemberian obat kemoterapi untuk menyelamatkan nyawa penderita kanker. Contoh lain semisal diperbolehkan amputasi anggota tubuh dalam kasus infeksi parah yang bisa mengancam nyawa.
Keenam, prinsip tidak ada pilihan lain artinya keputusan yang diambil telah memperhitungkan ada-tidaknya pilihan lain, sehingga sebuah keputusan harus diambil. Kaidah yang menguatkan prinsip ini adalah ad-darurat tubihu al-mahdurat dan ad-darurat yuqaddaru bi qadriha. Semisal diperbolehkan autopsi mayat untuk mengungkap sebab kematian dalam kasus criminal dan tidak ada acara lain selain autopsi, sesuai dengan pandangan Wahbah az-Zuhaili dalam al-Fiqhu al-Islami. Contoh lain adalah menjadikan mayat sebagai cadaver. Berdasarkan keputusan Muktamar NU ke-32 di Makassar pada 27 Maret 2010 membedah jenazah setelah lama diawetkan untuk kepentingan studi diperbolehkan dalam kondisi darurat atau hajat.
Demikianlah syariah telah memberikan prinsip-prinsip dasar yang menjadi acuan dalam perkembangan ilmu biologi modern agar tidak menyimpang dari ajaran agama dan agar bisa didudukan pada posisi yang semestinya yaitu untuk memberi kemaslahatan dan menghilangkan mudarat dengan tanpa menciderai nilai-nilai kemanusiaan.

