Sebagai organisasi Islam tradisional, warga Nahdlatul Ulama (Nahdliyin) selalu mengedepankan adab dan akhlak dalam menyelesaikan perbagai permasalahan umat. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh KH. Miftachul Akhyar, sekalu Rais ‘Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Menurut beliau, pusaka keramat nan amat penting yang harus dipegang oleh pengurus NU dan warga NU adalah sami’na wa atha’na dan tabayun, inilah pusaka penting yang membuat NU makin kuat, hal ini disampaikan beliau mengisi Pelantikan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Lampung Selatan masa khidmat 2024-2029, di Pondok Pesantren Roudotul Ulum, Serdang, Tanjung Bintang, Lampung, Ahad (22/9/24).
Beliau menjelaskan bahwa sami’na wa atha’na (mendengar dan menaati) terkandung makna mendalam tentang mahabbah (kecintaan) dan kesatuan yang sering disebut juga sebagai tegak lurus. Dengan pusaka ini, menurut beliau, NU akan menjadi organisasi yang sistemik. NU adalah organisasi tradisional yang terkenal memiliki kelonggaran dan ma’fu. Artinya, NU adalah organisasi yang sangat mengedepankan fleksibilitas, baik dalam hal mengembangkan dinamika hukum Islam maupun adaptif terhadap budaya dan dinamika sosial.
Sedangkan tabayun, lanjut beliau, menjadi pusaka keramat NU untuk memastikan pengurus dan warga NU tidak terombang-ambing dan terseret derasnya arus informasi di era digital. Menghadapi informasi terkait kebijakan PBNU, warga dan pengurus harus membudayakan tabayun. “Jangan ikut-ikut menyebarkan informasi yang tidak jelas. Saat ini banyak orang-orang yang bertopeng,” ungkapnya, dilansir NU Online.
Demikianlah, dua pusaka NU yang wajib menjadi pegangan bagi segenap warga Nahdliyin, baik yang ada di struktur kepengurusan NU maupun bukan. Memang benar bahwa kepatuhan dan ketaatan menjadi ciri khas warga NU, terutama terkait relasi sosial antara guru-murid, kiai-santri, hal ini yang menguatkan NU sebagai organisasi tradisional dengan memegang erat nilai-nilai luhur berbasis akhlak.
Begitu pula dengan tabayun, ini penting agar setiap persoalan maupun masalah-masalah sosial yang hadapi dapat diselesaikan dengan musyarawah, dengan memperjelas suatu persoalan hingga ke akar-akarnya. Dengan tabayun, orang menjadi tidak mudah percaya terhadap sesuatu dan hendaknya menelusuri agar mendapatkan pemahaman yang akurat.
Sumber: NUOnline
Islamadina.org – News
Editor: Rohmatul Izad

