Islam Nusantara adalah sebuah nomenklatur Islam ala Indonesia yang dikembangkan oleh KH Said Agil Siradj dalam satu dekade terakhir ketika beliau menjabat sebagai Ketua PBNU. Tujuan diwacanakan Islam Nunsatara adalah untuk menawarkan Islam khas keindonesiaan yang penuh dengan nilai-nilai budaya lokal, artinya Islam yang sesuai dengan konteks keindonesiaan.
Dilihat dari namanya, Islam Nusantara menawarkan gagasan Islam yang dapat beradaptasi dengan situasi dan kondisi yang ada di Indonesia, baik adaptif pada aspek sosial, budaya, maupun politik. Mengingat, Indonesia dikenal dengan keragamaan dan perbedaan yang di dalamnya terdapat keanekaragaman suku, agama, dan bahasa yang berbeda-beda tetapi pada saat yang sama dapat rukun damai. Dari sinilah Islam Nusantara menawarkan Islam yang solutif bagi perkembangan zaman.
Melansir dari Nuonline, baru-baru ini Gus Yahya selaku Ketum PBNU memberikan ceramah pada acara Halaqoh Humanitarian Islam (22/9/24), Islam untuk Kemanusiaan. Dalam ceramah tersebut, beliau menyampaikan bahwa konflik global yang sering menyangkut dan mengatasnakaman Islam harus diatasi. Ia menyebut, Islam Nusantara hadir sebagai jawaban atas konflik global.
“Adanya gejolak konflik internasional yang menyangkut dan mengatasnamakan Islam ini, maka kita perlu strategi alternatif berupa kampanye al-Islam al-Insaniyah, dalam bahasa Arab al-Islam al-Insaniyah yaitu Islam yang memberi jawaban tentang masalah-masalah kemanusiaan masa kini”, ujar Gus Yahya.
Menurut Gus Yahya, mengkampanyekan Islam Nusantara pada level global sangatlah penting lantaran suara Islam ala Indonesia sejauh ini kurang didengar pada level global, bahkan nyaris tidak diperhatikan. Justru suara-suara Islam selama ini didominasi oleh Timur Tengah, padahal Timur Tengah sendiri menjadi salah satu sumber munculnya konflik global tersebut dan tidak ada tanda-tanda bahwa Islam Timur Tengah mampu mengatasinya.
“Dipanggung global, suara Islam itu didominasi oleh Timur Tengah dan kita (Indonesia) tidak terlalu didengar bahkan nyaris tidak dapat perhatian. Oleh sebab itu, kita mulai kampanyekan Islam Nusantara ini untuk mengklaim bahwa ada Islam di luar Timur Tengah yang sama-sama otentiknya, sama-sama sahnya, dan sama-sama berhak didengar sebagai suara Islam”, ujarnya.
Gus Yahya menambahkan bahwa kampanye Islam Nusantara dikerjakan secara komprehensif dan multilevel, mulai dari pengembangan di tingkat lokal sampai tingkat global. Gus Yahya menekankan bahwa para pengurus NU untuk melakukan sosialisasi secara luas kampanye Islam Nusantara pada jamiyah NU.
Tentu saja, adanya upaya NU untuk mendorong wacana-wacana Islam Indonesia ke kancah global patut diapresiasi. Mengingat, suara-suara Islam sejauh ini didominasi oleh Timur Tengah yang dianggap lebih otentik. Padahal, Timur Tengah sendiri menjadi salah satu sumber lahirnya konflik-konflik global, baik kaitannya dengan konflik agama, politik, dan budaya.
Salah satu masalah besar yang terjadi di Timur Tengah adalah ketidakmampuan negara-negara Islam di sana untuk menghadirkan Islam yang sesuai dengan konteks zamannya. Misalnya, sangat jarang di Timur Tengah ada ulama yang punya gagasan Islamis sekaligus Nasionalis. Sehingga, gagasan-gagasan Islam kurang dapat beradaptasi dengan perkembangan modernisme, misalnya pada aspek politik demokrasi.
Adanya gerakan-gerakan Islamis dan teroris transnasional yang banyak menggunjang dunia juga berasal dari Timur Tengah. Mereka menganggap bahwa Islam dan demokrasi tidak sejalan, Islam dan modernisme bertentangan satu sama lain. Sehingga keduanya dibenturkan yang berakhir pada konflik dan kekacauan. Ketidakmampuan untuk adaptif terhadap perkembangan zaman membuat negara-negara di Timur Tengah masih menghadapi bahaya ekstremisme akut.
Oleh sebab itu, kehadiran Islam Nusantara dirasa penting sebagai salah satu solusi yang dapat mengatasi berbagai problem global, terutama yang berkaitan dengan konflik agama yang berindikasi pada ekstremisme dan terosisme.
Lalu bagaimana caranya agar suara Islam Nusantara didengar? Paling tidak organisasi-organisasi Islam di Indonesia, katakanlah NU, dapat terus berkomunikasi, menjalin perkumpulan, dan pertemuan resmi antar negara-negara Islam untuk menawarkan solusi itu. Sebab, salah satu alasan mengapa suara Islam Indonesia kurang terdengar adalah karena bagi orang-orang Timur Tengah, Islam Indonesia tidak cukup otentik dan kompatibel untuk dijadikan rujukan. Juga, kurangnya pengaruh karya-karya Islam Nusantara yang dapat mengudara di sana.
Dengan demikian, adanya jalinan kerjasama, melakukan diplomasi Islam, dan pertemuan pada konferensi-konferensi Internasional adalah salah satu cara untuk menawarkan Islam ala Indonesia. Hal ini penting dilakukan lantaran Islam Indonesia dapat dikatakan telah berhasil dalam mengembangkan sejenis Islam yang dapat adaptif terhadap perubahan zaman.
Sumber: NUOnline
Editor: Rohmatul Izad

