Peradaban tidak lahir secara tiba-tiba dalam sejarah eksistensi sebuah bangsa, di mana sejarah eksistensi tersebut merupakan murni kewenangan fatalistik Sang Maha Pencipta.
Lahirnya peradaban berarti munculnya kehendak manusia yang telah menemukan unsur-unsur penggerak untuk berkreasi, sampai pada akhirnya mentari peradaban itu terbit melampaui sejarah eksistensi manusia, karena sejarah eksistensi juga dimiliki oleh semua makhluk hidup lainnya baik tumbuhan maupun hewan.
Sejarah eksistensi manusia adalah sesuatu yang umum yang tidak menunjukkan keistimewaan manusia, dan untuk kelangsungannya pada tingkat paling rendah, ia hanya membutuhkan ekspresi naluriah terait kebutuhan dasar yang diperlukan, mirip dengan tingkat ekspresi hewan terhadap kebutuhannya. Cara manusia untuk memenuhi kebutuhan tersebut terkadang tidak jauh berbeda dengan cara yang dipakai oleh hewan.
Peradaban tidak hanya berbicara tentang eksistensi manusia, tapi juga berbicara tentang martabat manusia dan bagaimana cara mereka mengekspresikan serta memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
Peradaban menjadi hal yang asasi bagi manusia karena peradaban tersebut dibangun atas kehendak, kesadaran dan perbuatannya. Peradaban manusia adalah fitrah yang membedakan manusia dari semua makhluk lainnya. Fitrah tersebut ada dalam diri setiap manusia, baik secara individu maupun kolektif.
Manusia memiliki kebutuhan yang mendorong dirinyanya untuk melakukan sesuatu yang berbeda. Manusia memiliki kesadaran bahwa mereka berbeda dari dari makhluk lain, ia merasa mampu melakukan apa yang tidak bisa mereka lakukan, dan merasa bisa mencapai tingkat yang tidak bisa dicapai oleh mereka.
Kekhasan manusia tersebut mungkin karena mereka memiliki jiwa yang membuatnya merasa lebih tinggi dan memiliki cita rasa manusiawi, atau mungkin karena manusia memiliki pikiran yang memungkinkan mereka bernalar dan menganalisis kejadian masa lalu dan memprediksi masa depan, di mana makhluk-makhluk lain tidak dapat memikirkan masa lalu atau masa depan.
Kekhasan manusia sebagai makhluk berperadaban tercermin dalam firman Allah: Surat al-Ahzab ayat 72:
“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia.” Juga tercermin dalam Surat al-An’am ayat 165: Dan Dia-lah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di bumi…”
Pembangunan peradaban membutuhkan tiga elemen dasar yang tidak dapat dipisahkan:
Pertama, manusia (makhluk dan waktu). Manusia merupakan unsur peradaban yang bertugas memainkan peran peradaban, secara psikologis dan moral siap untuk memikul tanggung jawab. Termasuk dalam unsur manusia adalah waktu, karena realitas wujud manusia tidak bisa dipisahkan dengan waktu.
Terkait dengan posisi manusia sebagai penggerak peradaban Allah berfirman:
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: “Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” (Q.S. Al-Baqarah: 30).
Manusia juga diperintahkan menjadi kreator yang baik dan produktif dalam membangun peradaban sebagaimana dijelaskan dalam ayat:
“dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi…” (Q.S. An-Nur: 55).
Kedua, pemikiran (ideologi dan budaya). Pikiran adalah pemandu langkah manusia, mengilhami dan mendorongnya untuk berkorban dan tidak mementingkan diri sendiri. Pemikiran disebut juga dengan akidah, budaya, atau aspek moral.
Ayat yang memerintahkan manusia untuk berfikir di antaranya:
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan” (Q.S. Al-Alaq: 1)
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi…” (Q.S. Ali-Imran: 190-191)
Ketiga, materi (tanah, modal, dan berbagai faktor material lain). Materi merupakan peranti dimana manusia dapat menemukan bahan baku material yang memantik munculnya kreatifitas. Beberapa orang menyebutnya sebagai material peradaban, ada yang menyebutnya “madaniyah” (peradaban), dan ada pula yang menyebutnya bumi atau tanah.
Ayat yang menjelaskan material peradaban banyak sekali, di antaranya adalah ayat yang menjelaskan tentang material tanah:
“dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran.” (QS. AL-Hijr: 19).
Tentang material besi:
“dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu)...” (QS. Al-Hadid: 25)
dan lain sebagainya.
Ketiga unsur peradaban tersebut harus berada dalam kondisi equilibrium agar tetap memberikan pengaruh positif dalam perkembangan peradaban. Sebaliknya, sebuah peradaban akan runtuh jika satu unsur lebih dominan dari unsur yang lain.
Ketika kepentingan manusia yang mendominasi maka dia akan menjadikan ideologi dan material sebagai alat mengeruk kekayaan untuk memuaskan ambisi pribadi.
Ketika kepentingan ideologi mendominasi maka manusia akan kehilangan empati, benda-benda tidak produktif, manusianya malas, hanya pandai berteori, siangnya habis untuk berpuasa, malamnya habis untuk beribadah, dan tidak menikah sampai lapuk usia, namun di sisi lain tidak memiliki kecenderungan membangun peradaban.