Filantropi Nahdlatul Ulama
nu.or.id

Filantropi Nahdlatul Ulama

Oleh: Muhammad Nur Prabowo Setyabudi

Tulisan ini ingin melihat sekilas kiprah dan perkembangan filantropi dalam tubuh Nahdlatul Ulama. Filantropi sendiri merupakan istilah baru dalam dunia akademik yang dipahami sebagai praktik kedermawanan untuk membantu aksi-aksi kemanusiaan. Masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang sangat filantropis, dan bangsa paling dermawan di dunia menurut World Giving Indek 2022. Hal itu tentu tak lepas peran masyarakat Muslim di Indonesia, yang mayoritas mereka merupakan warga Nahdliyyin.

Nahdlatul Ulama, lebih tepatnya wargan Nahdliyyin, sejak lama sebenarnya telah menjalankan praktik filantropi, yakni pengelolaan zakat, infak, sedekah, dan wakaf (disingkat ZISWAF), meski pada awalnya masih dikelola secara tradisional dan terkonsentrasi di pesantren-pesantren dan belum terorganisir secara masif.  Namun pengelolaan dana filantropi Nahdlatul Ulama mengalami fase perkembangan sejak tahun 2004 dengan didirikannya lembaga khusus filantropi NU yaitu LAZISNU (Lembaga Amil Zakat Infak Sedekah Nahdlatul Ulama) sebagai badan di bawah PBNU, sebagai bagian dari amanat Muktamar NU ke-31 di Boyolali. Sejak itu lembaga ini mulai beroperasi, mendapatkan pengakuan, dan terdaftar resmi oleh negara melalui keputusan Menteri Agama tahun 2016.

Sebagai sebuah lembaga filantropi yang menaungi warga Nahdliyyin di Indonesia, LAZISNU mengalami pertumbuhan yang pesat. Dari mulai hanya 14 cabang tahun 2016, pada tahun 2020 telah berkembang menjadi 170 cabang, dan kini telah berkembang lebih pesat mencapai di hampir 233 cabang di 29 negara yang memiliki PCINU, dan memiliki 600.000 lebih donatur, 10.000.000 relawan, dan telah memberikan manfaat kepada lebih dari 50 juta orang.

Setelah mengalami transisi kepengurusan dan penataan manajemen sejak 2005-2015, LAZISNU juga semakin menunjukkan eksistensi dengan branding baru pada tahun 2016, dengan mengubah nama menjadi NU Care-LAZISNU. Dan untuk menjaga manajemen mutunya, NU Care-LAZISNU melandaskan tata kelolanya pada nilai-nilai filantropi yang disebut MANTAB, singkatan dari Modern (bertindak sesuai tuntutan zaman atau al-akhdzu bi al-jadid al-ashlah), Akuntabel (artinya penggunaan dana harus bisa dipertanggungjawabkan menurut Undang-Undang dan Syariat Islam), Transparan (artinya terbuka kepada publik), Amanah (artinya manajemen dapat dipercaya), dan Profesional (artinya berusaha memberikan layanan yang terbaik).

Pengembangan filantropi Nahdlatul Ulama selama 20 tahun di bawah kepengurusan NU Care-LAZISNU ternyata membawa banyak terobosan dan kemajuan, dilihat dari hasilnya dalam fundraising, manajemen tata kelola, dan pendistribusian. Tahun 2017, LAZISNU mulai membuat program yang sangat spektakuler dalam bidang fundraising, yaitu dengan menghadirkan Gerakan Koin NU. Koin NU kepanjangan dari “Kotak Infak NU”. Gerakan ini diinisiasi PBNU dan dilaksanakan secara masif mulai dari level pusat hingga level ranting paling bawah, yaitu dengan mengumpulkan dana receh atau koin yang dimulai sejak level rumah tangga.

Ide Koin NU ini konon berasal dari seorang ulama dari Sragen, KH Ma’ruf Islamuddin, dengan tujuan untuk menciptakan kemandirian dan menghidupan solidaritas, semangat gotong royong atau ekonomi berjamaah di kalangan warga Nahdliyyin. Dengan demikian, spirit yang diangkat dalam praktik filantropi Nahdlatul Ulama adalah semangat gotong royong, semangat berjama’ah, sebagaimana semangat tolong-menolong sebagai bagian dari keyakinan ahlu sunnah wal jama’ah.

Dalam perkembangannya, Gerakan Koin NU terus mengalami transformasi sebagai program fundraising unggulan, dari yang awalnya menggunakan cara konvensional dengan memanfaatkan kotak infak berlogo Koin NU, kini telah bertransformasi dalam berbagai bentuk aplikasi digital. Yusuf Azwar Anas dkk (2023) juga mencatat keberhasilan program Koin NU di beberapa daerah, bahwa program Gerakan Koin NU ini, di beberapa daerah seperti di Tulungagung, mampu mengubah cara hidup warga NU di Kalidawir, dan mengubah paradigma dan cara pandang masyarakat dari “mindset” miskin menjadi “mindset” kaya, dan mengubah mustahik menjadi muzakki. Itu artinya ada peningkatan kualitas ekonomi masyarakat melalui bantuan dana hasil Koin NU. Koin NU hanyalah satu dari sekian program-program fundraising NU Care-LAZISNU, selain dari pengumpulan dana zakat, sedekah, wakaf (ZISWAF), ditambah lagi dari dana-dana CSR perusahaan.

Penghimpunan dilakukan dengan cara konvensional maupun dengan mengadopsi teknologi digital. Hampir semua aspek baik fundraising, tata kelola, manajemen, hingga penyaluran sepertinya sudah dilengkapi dengan platform digital. Dengan dukungan tekonologi, serta dukungan tenaga ahli profesinoal yang mengurus tata kelola keuangan, pengelolaan dana filantropi menjadi lebih modern, profesional, dan akuntabel. Selain memanfaatkan teknologi, manamejen filantropi NU Care-LAZISNU juga berpegang pada prinsip “aman”, yakni aman secara syar’i, aman secara regulasi, dan aman secara NKRI. Prinsip terakhir atau ketiga ini rasanya sangat penting, mengingat dalam praktiknya, masih terdapat lembaga-lembaga filantropi di Indonesia yang melakukan “malpraktik” dengan menyelewengkan dana filantropi untuk kepentingan “kontra-negara”, yakni memanfaatkannya untuk membiayai program-program radikalisme.

Alhasil, pada tahun 2022 saja, menurut laporan tahunan tahun 2022, NU Care-LAZISNU mampu mengumpulkan dana umat lebih dari Rp. 935 miliar, dan mendistribusikan dana filantropi lebih dari 1 triliun rupiah. Penghimpunan ini semakin meningkat, karena pada tahun 2023 NU Care-LAZISNU mampu mengumpulkan dana filantropi lebih besar hingga mencapai 2,4 triliun rupiah. Untuk ukuran sebuah lembaga filantropi Islam, dana ini sungguh sangat besar, dan menunjukkan bahwa potensi filantropi umat Nahdliyyin sebagai umat Muslim terbesar di Indonesia memang sangat besar.

Sejauh ini, wilayah Jawa Timur dinilai memiliki potensi filantropi paling besar, dengan kontribusi terbesar dalam penggalangan dan pentasarrufan dana ZISWAF paling besar dibanding provinsi yang lain. Hal ini tidak mengherankan karena memang Jawa Timur merupakan wilayah konsentrasi utama dan merupakan wilayah “jantung” warga Nahdliyyin. Selain Jawa Timur, wilayah Jawa Tengah juga menjadi wilayah potensi filantropi terbesar, mengingat Jawa Tengah selama ini dikenal sebagai salah satu basis terbesar Nahdliyyin.

Dana filantropi yang terkumpul kemudian dikelola dan didistribusikan melalui program-program filantropi yang telah dibagi ke dalam 5 pilar program, yaitu program pendidikan melalui layanan NU-Care Cerdas, program peningkatan kemandirian dan kesejahteraan umat melalui layanan NU-Care Berdaya, program peningkatan kualitas kesehatan melalui layanan NU-Care Sehat, program peningkatan mutu sosial dan kemanusiaan melalui layanan NU-Care Damai, dan program pelestarian lingkungan melalui layanan NU-Care Hijau. Dana filantropi dimanfaatkan untuk kelima sektor dengan komposisi yang beragam. Pengurus LAZISNU pada pada level wilayah atau cabang berlomba-lomba menciptakan program-program inovatif dalam pendistribusian di kelima bidang tersebut.

Salah satu manfaat yang tampak dirasakan oleh masyarakat adalah dalam bidang peningkatan kesehatan masyarakat sebagai bentuk program NU-Care Sehat, yaitu dengan layanan Ambulan NU. Tidak sulit untuk kita menjumpai Ambulan NU di sekitar Rumah Sakit di daerah, karena mereka bertugas untuk membantu masyarakat mempercepat akses layanan kesehatan. Dengan adanya fasilitas kesehatan ini, masyarakat menjadi lebih mudah untuk menuju layanan rumah sakit, apalagi ketika terjadi kecelakaan atau kondisi emergency lainnya yang membutuhkan layanan darurat. Ribuan masyarakat merasakan manfaat adanya ambulan ini.

NU Care- LAZISNU dinobatkan sebagai peraih penghargaan Baznas Award tahun 2023 untuk kategori LAZNAS dengan pengumpulan dana terbaik. Tata kelola keuangan NU Care-LAZISNU NU juga semakin baik dengan menyandang status Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dalam laporan tahun 2022. Care- LAZISNU juga meraih penghargaan PPKM Award 2023 dari kementerian kesehatan RI atas kontribusinya dalam penanganan Covid-19. Ini menunjukkan bahwa kehadiran lembaga filantropi sangat membantu negara dalam kondisi emergency tertentu, bahkan perannya sangat besar membantu masyarakat di kalangan bawah.

NU Care-LAZISNU juga semakin menunjukkan kiprahnya di dunia internasional dengan kolaborasi dengan lembaga-lembaga internasional lainnya dalam membantu perdamaian masyarakat di Palestina. Dengan berbagai kiprah dan prestasi itu, NU Care-LAZISNU tampaknya terus memantabkan langkah untuk mewujudkan visi dan misinya untuk menjadi lembaga filantropi Islam terkemuka di Indonesia.

Sumber: Tidarislam.co

Muhammad Nur Prabowo Setyabudi, peneliti di Pusat Riset Masyarakat dan Budaya BRIN.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *