Memuliakan Keturunan Nabi
muslim.okezone.com

Memuliakan Keturunan Nabi

Oleh: Hasanudin Abdurakhman

Saya dulu berpandangan bahwa manusia itu sama di hadapan Allah. Waktu di madrasah saya belajar ayat “inna akramakum ‘indallahi atqaakum”. Sesungguhnya yang mulia di sisi Allah adalah yang bertakwa di antara kamu. Saya meyakini bahwa manusia dinilai dari amal dan akhlaknya.

Nabi adalah manusia mulia, begitu yang dulu saya pelajari. Keturunannya juga dimuliakan. Tapi bukan semata karena faktor biologis. Keturunan Nabi (ahlul bait) adalah orang-orang yang mulia akhlaknya, karena mengikuti perilaku Nabi. Kalau tidak, bagaimana? Nabi tidak mengistimewakan mereka. “Kalau seandainya anakku Fatimah mencuri, maka akan kupotong tangannya,” begitu sabdanya.

Sebagai orang yang sedikit ilmu agama, saya kaget dengan klaim-klaim para habaib yang mengaku keturunan Nabi. Ada yang sampai mengatakan bahwa para manusia biasa, bukan keturunan Nabi, hanya bisa masuk surga dengan syafaat Nabi melalui para keturunannya. Mereka juga mengklaim bahwa mereka tetap lebih baik di hadapan Allah meski mereka berbuat dosa. Ha?

Benarkah ada ajaran begitu dalam Islam? Entahlah. Saya tak berminat menggalinya. Saya tidak peduli. Prinsip saya, hanya orang baik amal dan akhlaknya yang berhak dimuliakan. Kalau ada agama apapun yang mengajarkan sebaliknya, yaitu orang buruk akhlak tetap mulia, maka sepatutnya ajarannya saya tinggalkan.

Hasanudin Abdurakhman. Cendekiawan Muslim Indonesia

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *