Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW
tirto.id

Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW

Peringatan maulid Nabi Muhammad SAW. pertama kali diselenggarakan oleh penguasa Irbil, yaitu Raja Mudhaffar Abû Sa’id al-Kubkuri bin Zainuddin Ali bin Buktikîn. Peringatan maulid tersebut digelar pada bulan Rabiul Awal dengan upacara yang sangat meriah, dengan menghadirkan para ulama dan kaum sufi.

Raja Mudhaffar adalah Raja yang berhati mulia, berbudi luhur dan pemurah. Ia juga sangat mencintai para ulama fiqih dan hadis, sedangkan madzhab yang ia anut adalah madzhab Ahlus Sunah. Raja Mudhaffar meninggal pada tahun 630 H. dalam usia 82 tahun.

Hukum Memperingati Maulid

As-Suyuthi pernah ditanya mengenai peringatan Maulid, “Bagaimana hukum syarak mengenai peringatan maulid, terpuji atau tercela, dan pelakunya akan mendapat pahala atau tidak?

Menurut as-Suyuthi, muasal dari perayaan maulid adalah berkumpulnya manusia, membaca ayat-ayat Al-Qur’an semampunya dan menceritakan sejarah permulaan kehidupan Nabi dan ayat (tanda kebesaran Allah) yang terjadi pada saat kelahiran Nabi. Kemudian menghidangkan makanan yang dinikmati bersama, selanjutnya mereka pulang. Semua itu termasuk bid’ah hasanah yang pelakunya bisa mendapatkan pahala karena mengagungkan derajat Nabi SAW, dan menunjukkan kegembiraan atas kelahiran Nabi Muhammad.

Perayaan maulid bisa dilakukan dengan cara yang beragam, seperti membaca sejarah Nabi untuk diteladani, memberi sedekah, atau cara-cara yang lain, sebab substansi dari maulid adalah ekspresi kebahagiaan kita akan lahirnya Nabi Muhammad SAW. Tidak terbantahkan lagi, bahwa anugerah atau rahmat terbesar manusia adalah kelahiran Nabi Muhammad, dan setiap anugerah Allah yang telah Ia berikan harus kita terima dengan penuh kebahagiaan. Allah telah berfirman:

قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا

“Katakanlah: “Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira”. (QS. Yunus : 58).

Nabi Muhammad menjadi anugerah bagi umat manusia, sebab beliau merupakan rahmat bagi sekalian alam:

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إلاَّ رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ

“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk  rahmat bagi semesta alam”. (QS. Al-Anbiya : 107)

Dalil Peringatan Maulid

Al-Hafidz Ahmad bin Hajar al-Asqalani mengutip sebuah hadis yang terdapat dalam kitab Bukhari Muslim sebagai dalil atas pelaksanaan maulid.

أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَدِمَ الْمَدِينَةَ فَوَجَدَ الْيَهُودَ يَصُومُونَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ فَسَأَلَهُمْ فَقَالُوا هَذَا يَوْمٌ أَغْرَقَ اللَّهُ فِيهِ فِرْعَوْنَ وَنَجَّى فِيهِ مُوسَى فَنَحْنُ نَصُومُهُ شُكْرًا لِلَّهِ تَعَالَى

Sesungguhnya Nabi saw. Tiba di Madinah. Kemudian beliau melihat orang-orang Yahudi melakukan puasa pada Asyura. Lantas Nabi bertanya pada mereka mengenai hal ini. Mereka menjawab, “Pada hari itu Allah telah menenggelamkan Fir’aun dan menyelamatkan Musa. Kemudian kami berpuasa karena bersyukur pada Allah”.

Menurut Ibnu Hajar al-Asqalani, hadis di atas memberikan pesan tentang peringatan syukur atas datangnya nikmat dan selamat dari petaka. Syukur ini bisa dilakukan dalam setiap tahun, yakni tepat pada hari yang sama. Bentuk syukur pun boleh diungkapkan dalam bentuk yang berbeda, seperti bersujud, puasa, sedekah, atau yang lain. Jadi sudah selayaknya kita bersyukur atas nikmat kelahiran Nabi pada bulan Rabi’ul Awal ini.

Perayaan maulid merupakan tradisi turun temurun yang dijaga kelestariannya. Nabi sendiri pernah memberi tauladan kepada kita berkenaan dengan maulid ini. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abi Qatadah disebutkan:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم سُئِلَ عَنْ صَوْمِ الِاثْنَيْنِ فَقَالَ: فِيهِ وُلِدْت, وَفِيهِ أُنْزِلَ عَلَيّ

“Sesungguhnya Rasulullah SAW ditanya tentang puasa hari Senin. Beliau menjawab: Pada hari itu aku dilahirkan, dan pada hari itu wahyu diturunkan padaku”.

Al-Hafidz Nasiruddin dalam kitabnya Wirdish Shôdi fi Maulidil Hâdi menceritakan kisah Abu Lahab. Sepeninggal Abu Lahab, ada orang yang memimpikannya. Dalam mimpi itu Abu Lahab ditanya: Bagaimana keadaanmu? Abu Lahab menjawab: Aku ada di dalam neraka, hanya saja Allah meringankan siksaku setiap hari Senin, dan aku bisa menyesap air dari sela-sela jariku sebesar ini (sambil memberi isyarat pada ujung jarinya). Keringanan ini diberikan Allah karena aku memerdekaan Tsuwaibah al-Aslamiyah pada saat aku menerima kabar gembira tentang kelahiran Nabi SAW.

Jika Abu Lahab yang kafir dan disiksa dalam neraka untuk selamanya, masih diberi nikmat oleh Allah karena kegembiraannya pada malam kelahiran Nabi Muhammad SAW., lalu bagaimana dengan muslimin, jika mereka berbahagia, bahkan menyerahkan sebagian hartanya untuk disedekahkan pada kaum papa sebagai wujud rasa cinta mereka pada Nabi Muhammad SAW.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan, perayaan maulid tidak bertentangan dengan syari’at, bahkan disunahkan. Apalagi jika di dalamnya diisi dengan shalawat, membaca diba’ dan barzanji, sedekah, dakwah, atau kegiatan keagamaan lain.

Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki dalam Mafâhim Yajibu an-Tushahhah   mengatakan:

والحاصلُ أن الإجْتِمَاعَ لأَجْلِ المولدِ النّبويِّ أمرٌ عاديٌّ ولكنه من العاداتِ الْخِيَرَةِ الصالحاتِ التي تَشْتَمِلُ علي منافعَ كثيرةٍ وفوائدَ تعودُ علي الناس بفَضْلٍ وَفِيْرٍ لأنَّهَا مطلوبةٌ شرعًا بأفْرَادِها…. وأن هذه الإجتماعاتِ وهِيَ وسِيْلَةٌ كُبْرَي للدَّعْوَةِ إلي الله وهي فُرْصَةٌ ذَهَبِيَةٌ ينبغي أن لاَ تَفُوتَ بل يجب علي الدُّعاتِ العلماءِ أن يُذكِّرُوا الأمّةَ بالنبي صلى الله عليه وسلم بأخلاقِهِ وآدابِهِ إلي الخيرِ والفَلاحِ ويُحَذِّرَهم من البَلاءِ والبِدَعَ والشرِّ والفِتَنِ

Kesimpulannya, berkumpul untuk memperingati kelahiran (maulid) Nabi merupakan tradisi, tetapi termasuk tradisi yang baik, mengandung banyak manfaat bagi umat dengan beberapa keutamaan yang sempurna. Karena tradisi-tradisi tersebut merupakan sesuatu yang dianjurkan oleh syarak secara parsial… Sesungguhnya perkumpulan maulid merupakan media besar untuk berdakwah menuju Allah, sekaligus sebagai kesempatan emas yang tidak boleh di sia-siakan. Bahkan bagi para da’i wajib mengingatkan umat akan ahlak, adab, prilaku, sejarah, cara bergaul dan ibadah Nabi SAW. Hendaknya mereka juga menasihati dan menunjukkan umat untuk mengikuti akhlak Nabi agar mendapatkan kebaikan dan keselamatan, serta memperingatkan terjadinya bencana, muculnya bid’ah, kejahatan dan beberapa fitnah”.

Dengan demikian marilah kaum muslimin bergembira menyambut maulid Nabi Muhammad dan menyemarakkannya dengan kegiatan-kegiatan positif sesuai dengan kearifan lokal masing-masing, dengan tetap menjaga nilai-nilai Islam. Sambil mengharapkan janji, “Siapa saja yang memuliakan maulidku, maka aku akan memberi syafaat kepadanya kelak pada hari kiamat”.

2 Comments

  1. Yusuf Zain

    Alhamdulillah, terima kasih Gus atas ilmunya.

  2. Mahdum Kholid Al Asror

    Sama² Mas Yusuf Zain

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *